Jumat, 24 April 2015
Jumat, 27 Februari 2015
Posted by Unknown on 22.23 with No comments
Jam sekolah sudah berakhir, aku bersiap-siap untuk pulang.
Tiba-tiba seorang temanku yang bernama Agus, menghampiriku. "Be, mau ikut ga?" Tanyanya.
"Kemana?" Jawabku singkat.
"Ke villa di atas, ada acara berisik." Katanya. Dia bilang acara berisik untuk menyebutkan acara musik hardcore.
Ia, dulu aku suka dengerin musik seperti itu. Lumayan bisa liat orang teriak-teriak.
"Oya? Kapan?" Tanyaku lagi. Sambil berjalan keluar kelas.
"Ya sekarang. Inikan sabtu. Besok minggu jadi bisa istirahat langsung pulangnya." Jawabnya sambil mengikutiku keluar dari kelas.
"Emang jam berapa?" Aku bertanya lagi.
"Malam sih jam nya. Kamu mau pulang dulu?" Jawabnya.
"Engga ah. Aku kan ga pake baju seragam. Kalo cuma rok sih ga apa-apakan pake rok sekolah?" Kataku.
Iya, dihari-hari tertentu kalau hatiku sedang badmood, aku memang suka tiba-tiba membuka kemeja seragam sekolah. Aku tinggal pakai kaos dalam lalu sweater yang agak ketat.
Guru? Bukannya aku tidak menghargai mereka, tapi kalau tubuhku sudah tidak nyaman dengan kemeja seragam sekolah, aku akan sakit mendadak. Makanya, guru memaklumi. Ditambah, aku memang lumayan bebas disekolah itu, secara aku satu-satunya anak emas seorang guru paling disegani di sekolah. Kepala sekolah saja malah lebih segan ke guru itu.
"Iya ga apa-apa. Sambil nunggu, kita kerumah temen-temenku aja gimana?" Ajak Agus.
"Ayu aja." Jawabku singkat.
Agus ke parkiran sekolah, mengambil motornya. Aku menunggu di depan gerbang sekolah sambil ijin ketemen-temenku kalau aku gakan ikut main dengan mereka.
Aku dibonceng oleh agus menuju suatu tempat. Disebuah rumah sudah pula banyak anak-anak yang berpakaian sekolah juga yang sedang melakukan aktifitasnya masing-masing. Semua laki-laki. Disalah satu pojokan rumah, kulihat banyak botol bear dan beberapa botol anggur merah dan anggur putih. Disana sudah seperti basecame saja.
Aku duduk dikursi ruang tamu. Kami saling berkenalan. Entah ada berapa orang dirumah itu. Aku berkenalan dengan yang punya rumah, namanya Erik. Dia ramah sekali, terlihat sedikit mabuk. Agus menuju belakang rumah. Entah mau ngapain.
Tak lama, dari arah belakang, muncul 3 orang perempuan yang juga memakai seragam sekolah sambil tertawa-tawa. Mereka lalu melihatku. Aku tersenyum. 3 perempuan itu lalu menuju keluar rumah.
"Mereka pacar-pacarnya 3 orang yang suka kumpul disini juga Bee." Kata Erik tiba-tiba sedikit mengagetkanku.
"Oh." Suara yang keluar dari mulutku hanya itu.
Tiba-tiba dari pintu depan rumah masuk seorang laki-laki tinggi dan tegap, ditangannya penuh tatto. Ternyata aku mengenal dia. Dia salah satu kaka angkatku. Seorang preman yang menguasai daerah disekolahku dan sekitarnya. Aku memanggilnya dengan sebutan Aa. Aku memang sengaja mendekati dia, alasannya, dia bisa aku jadikan bodyguard ku. Ya, karna aku memang termasuk cwe yang suka kebebasan.
Dia melihat padaku dan tersenyum, lalu menghampiriku, duduk disamping kananku. Erik yang duduk disampingkiriku menganggukan kepalanya dan tersenyum pada Aa. Semua yang berpapasan dengan nya pun begitu. Sepertinya, Aa disini juga sangat disegani.
"Bee, kamu disini juga? Ngapain?" Tanya nya sambil mencolek daguku.
"Ia a. Temenku Agus mengajak aku nonton acara musik." Jawabku sambil tersenyum semanis dan semanja mungkin.
"Ia, hati-hati ya? Kalo kamu kesana, nanti Aa nyusul kalo gitu." Katanya.
Kami akhirnya ngobrol bertiga dengan Erik. Sampai waktu yang ditunggu datang.
Aku tetap dibonceng Agus menuju ke villa di atas. Atas itu adalah suatu tempat kawasan tempat liburan. Terdapat banyak pohon teh disana.
Sampai ditempat, kami langsung menuju halaman belakang villa yang ternyata kolam renang besar, disalah satu sisi kolam ada sebuah panggung cukup besar. Acara sudah dimulai. Kami bersuka ria. Aku pun ikut mabuk bersama teman-teman. Malam semakin larut. Kami semakin dibakar nafsu dari alkohol-alkohol yang kami minum.
Dengan keadaan mabuk, aku kurang bisa membedakan mana teman-temanku dan mana yang bukan. Acara selesai tengah malam. Tempat itu terlihat sedikit lenggang. Ada yang sedang berenang, tiduran di tepi kolam renang, bahkan ada yang sedang bercinta didalam kolam. Aku diajak seseorang untuk mengikutinya.
Aku kira dia salah satu teman-teman baruku dari rumah erik. Aku dituntun nya, dibelakangku banyak laki-laki yang mengikuti kami. Dengan keadaan mabuk, aku ditarik masuk kerimbunan kebun teh yang membentang.
Dia lalu memelukku dan menciumiku. Aku kaget dan berontak. Tenaga dia lebih besar dariku. Aku terjatuh dan mengangkang. Dia menindihku dan menciumiku kembali. Aku teriak-teriak. Tapi siapa yang mau menolong ditengah kebun teh seperti itu? Terdengar banyak suara laki-laki yang menuju kearahku. Aku teriak terus.
Laki-laki yang meniduriku mengangkat rok seragamku. Melucuti celana dalamku. Aku benar-benar pusing dan lemah.
"Hikkss, jangan macem-macem kamu!" Kataku membentak tapi sambil menangis. "Toloonngg,, tolooonggg..." Teriak ku kembali.
Aku meronta, tapi rontaanku sama sekali tidak berpengaruh pada laki-laki itu.
"Diem kamu, ini pasti enak." Katanya sambil terus menciumiku.
Aku dikangkanginnya, terasa ada sebuah benda tumpul memasuki memekku. Dia dengan kasar nya menghentakkan kontolnya lebih masuk kedalam memekku.
"Anjiiingggg sakkiitttttt.. aaghhh.." Teriakku kesakitan.
Ya, rasanya memang sakit.
"Ga apa-apa nanti juga enak." Katanya sambil mulai menggenjot memekku.
Aku menangis, dan tetap berusaha memberontak. Kakiku berusaha menendang-nendang. Menggerakkan pinggulku agar kontolnya copot. Tapi bukannya copot, malah makin terlihat membuat laki-laki itu keenakan.
"Aaghhhh... " Desahnya.
Kontolnya terus terasa menggesek kedalam memekku. Masih terasa sakit.
Tiba-tiba terdengar banyak orang berbicara disekelilingku. Disana gelap tapi aku bisa sedikit melihat. Ternyata disana sudah banyak menunggu laki-laki yang melihat aku diperkosa.
Bajingan mereka! Kenapa hanya melihat? Bukan menolongku.
"Eh Wid, buruan, aku juga mau." Terdengar salah satu dari mereka berbicara.
"Hu'uh cepetlah." Kata suara yang lain. Entah aa beapa orang mereka yang menungguku.
"Bentar atuh, lagi enak-enaknya ini. Sumpah pulen euy ieu memek." Kata orang yang sedang menggagahiku.
Aku terdiam sejenak, lalu meronta lagi. Tapi ada yang aneh, aku sudah mulai merasakan kenikmatan didalam memekku. Aku mulai mendesah.
"Aaghhhh, oughhh.. memeknya sakittt..." Desahku sambil sedikit berontak. Aku gak mau terlihat sedang menikmatinya.
"Diem atuh neng, lagi enak banget ini. Masa ga ngerasain?" Kata laki-laki itu sambil terus menggenjotku.
Oh bagaimana ini? Ini rasanya sangat enak. Memberontak sedikit tapi dengan kasarnya laki-laki itu menekanku, melawan gerakanku dan itu membuat aku keenakan. Ada apa dengan diriku?
Aghh kalau terus seperti ini, aku akan klimak dan dia akan senang, begitu pula semua laki-laki yang menunggu gilirannya untuk memperkosaku. Malam ini, aku akan habis. Fikirku.
"Aaghhh, aghhhhhh toloongg lepasiinn.. sakiitt aaa sakiitt memekku.. kontolmu terlalu masukkkk.." teriak ku, ya kali ini aku sudah tidak mendesah. Karna aku tidak ingin memperlihatkan kalau aku sedang menikmati pemerkosaan itu.
Genjotan laki-laki itu makin terasa cepat.
"Aaghhh, aghhh enakkk nenggg. Memeknya pulen." Kata lelaki itu sambil menciumi leherku.
Dia terus mempercepat genjotannya. Aku menutup mataku, kali ini air mataku sudah tidak keluar.
Bruk! Tiba-tiba terdengar suara benda berat terjatuh.
"Aaawwww..." Terdengar juga teriakan-teriakan disekelilingku.
Aku membuka mata.
Lalu aku merasa laki-laki yang sedang menggagahiku terangkat tubuhnya keatas. Kepalanya menengadah. "Aaaaaaaaghhh awwwww..." Teriaknya.
Aku langsung bangun untuk duduk.
Aku melihat ada beberapa sosok tubuh yang sedang berkelahi. Laki-laki yang memperkosaku terlihat menungging di tanah. Sepertinya dia tidak sadarkan diri.
Aku masih merasa bingung. Lalu seseorang mengangkat tubuhku. Membopongku. Aku melihat wajahnya. Ternyata dia Aa. Wajahnya terlihat tegang. Akhirnya pandanganku memudar dan menghitam.
Terasa ada yang mengelus-elus pipiku. Aku bangun. Melihat sekeliling. Lalu aku lihat Aa ada disampingku.
"Kamu dirumah sakit Bee." Katanya lembut sambil tersenyum.
"Maaf Aa datang telat semalam. Aa nyari-nyari kamu sama temen-temen. Kata mereka, kamu tiba-tiba menghilang. Untungnya disana ada yang membicarakan kalau ada seorang wanita yabg akan digilir. Dan kami mengikuti mereka. Akhirnya, kami menemukan kamu Bee." Lanjut Aa menjelaskan panjang lebar.
Huft... Akhirnya aku selamat. Biarlah, ini menjadi pelajaran untukku. Salah satu pengalaman dikehidupan kelamku.
Tiba-tiba seorang temanku yang bernama Agus, menghampiriku. "Be, mau ikut ga?" Tanyanya.
"Kemana?" Jawabku singkat.
"Ke villa di atas, ada acara berisik." Katanya. Dia bilang acara berisik untuk menyebutkan acara musik hardcore.
Ia, dulu aku suka dengerin musik seperti itu. Lumayan bisa liat orang teriak-teriak.
"Oya? Kapan?" Tanyaku lagi. Sambil berjalan keluar kelas.
"Ya sekarang. Inikan sabtu. Besok minggu jadi bisa istirahat langsung pulangnya." Jawabnya sambil mengikutiku keluar dari kelas.
"Emang jam berapa?" Aku bertanya lagi.
"Malam sih jam nya. Kamu mau pulang dulu?" Jawabnya.
"Engga ah. Aku kan ga pake baju seragam. Kalo cuma rok sih ga apa-apakan pake rok sekolah?" Kataku.
Iya, dihari-hari tertentu kalau hatiku sedang badmood, aku memang suka tiba-tiba membuka kemeja seragam sekolah. Aku tinggal pakai kaos dalam lalu sweater yang agak ketat.
Guru? Bukannya aku tidak menghargai mereka, tapi kalau tubuhku sudah tidak nyaman dengan kemeja seragam sekolah, aku akan sakit mendadak. Makanya, guru memaklumi. Ditambah, aku memang lumayan bebas disekolah itu, secara aku satu-satunya anak emas seorang guru paling disegani di sekolah. Kepala sekolah saja malah lebih segan ke guru itu.
"Iya ga apa-apa. Sambil nunggu, kita kerumah temen-temenku aja gimana?" Ajak Agus.
"Ayu aja." Jawabku singkat.
Agus ke parkiran sekolah, mengambil motornya. Aku menunggu di depan gerbang sekolah sambil ijin ketemen-temenku kalau aku gakan ikut main dengan mereka.
Aku dibonceng oleh agus menuju suatu tempat. Disebuah rumah sudah pula banyak anak-anak yang berpakaian sekolah juga yang sedang melakukan aktifitasnya masing-masing. Semua laki-laki. Disalah satu pojokan rumah, kulihat banyak botol bear dan beberapa botol anggur merah dan anggur putih. Disana sudah seperti basecame saja.
Aku duduk dikursi ruang tamu. Kami saling berkenalan. Entah ada berapa orang dirumah itu. Aku berkenalan dengan yang punya rumah, namanya Erik. Dia ramah sekali, terlihat sedikit mabuk. Agus menuju belakang rumah. Entah mau ngapain.
Tak lama, dari arah belakang, muncul 3 orang perempuan yang juga memakai seragam sekolah sambil tertawa-tawa. Mereka lalu melihatku. Aku tersenyum. 3 perempuan itu lalu menuju keluar rumah.
"Mereka pacar-pacarnya 3 orang yang suka kumpul disini juga Bee." Kata Erik tiba-tiba sedikit mengagetkanku.
"Oh." Suara yang keluar dari mulutku hanya itu.
Tiba-tiba dari pintu depan rumah masuk seorang laki-laki tinggi dan tegap, ditangannya penuh tatto. Ternyata aku mengenal dia. Dia salah satu kaka angkatku. Seorang preman yang menguasai daerah disekolahku dan sekitarnya. Aku memanggilnya dengan sebutan Aa. Aku memang sengaja mendekati dia, alasannya, dia bisa aku jadikan bodyguard ku. Ya, karna aku memang termasuk cwe yang suka kebebasan.
Dia melihat padaku dan tersenyum, lalu menghampiriku, duduk disamping kananku. Erik yang duduk disampingkiriku menganggukan kepalanya dan tersenyum pada Aa. Semua yang berpapasan dengan nya pun begitu. Sepertinya, Aa disini juga sangat disegani.
"Bee, kamu disini juga? Ngapain?" Tanya nya sambil mencolek daguku.
"Ia a. Temenku Agus mengajak aku nonton acara musik." Jawabku sambil tersenyum semanis dan semanja mungkin.
"Ia, hati-hati ya? Kalo kamu kesana, nanti Aa nyusul kalo gitu." Katanya.
Kami akhirnya ngobrol bertiga dengan Erik. Sampai waktu yang ditunggu datang.
Aku tetap dibonceng Agus menuju ke villa di atas. Atas itu adalah suatu tempat kawasan tempat liburan. Terdapat banyak pohon teh disana.
Sampai ditempat, kami langsung menuju halaman belakang villa yang ternyata kolam renang besar, disalah satu sisi kolam ada sebuah panggung cukup besar. Acara sudah dimulai. Kami bersuka ria. Aku pun ikut mabuk bersama teman-teman. Malam semakin larut. Kami semakin dibakar nafsu dari alkohol-alkohol yang kami minum.
Dengan keadaan mabuk, aku kurang bisa membedakan mana teman-temanku dan mana yang bukan. Acara selesai tengah malam. Tempat itu terlihat sedikit lenggang. Ada yang sedang berenang, tiduran di tepi kolam renang, bahkan ada yang sedang bercinta didalam kolam. Aku diajak seseorang untuk mengikutinya.
Aku kira dia salah satu teman-teman baruku dari rumah erik. Aku dituntun nya, dibelakangku banyak laki-laki yang mengikuti kami. Dengan keadaan mabuk, aku ditarik masuk kerimbunan kebun teh yang membentang.
Dia lalu memelukku dan menciumiku. Aku kaget dan berontak. Tenaga dia lebih besar dariku. Aku terjatuh dan mengangkang. Dia menindihku dan menciumiku kembali. Aku teriak-teriak. Tapi siapa yang mau menolong ditengah kebun teh seperti itu? Terdengar banyak suara laki-laki yang menuju kearahku. Aku teriak terus.
Laki-laki yang meniduriku mengangkat rok seragamku. Melucuti celana dalamku. Aku benar-benar pusing dan lemah.
"Hikkss, jangan macem-macem kamu!" Kataku membentak tapi sambil menangis. "Toloonngg,, tolooonggg..." Teriak ku kembali.
Aku meronta, tapi rontaanku sama sekali tidak berpengaruh pada laki-laki itu.
"Diem kamu, ini pasti enak." Katanya sambil terus menciumiku.
Aku dikangkanginnya, terasa ada sebuah benda tumpul memasuki memekku. Dia dengan kasar nya menghentakkan kontolnya lebih masuk kedalam memekku.
"Anjiiingggg sakkiitttttt.. aaghhh.." Teriakku kesakitan.
Ya, rasanya memang sakit.
"Ga apa-apa nanti juga enak." Katanya sambil mulai menggenjot memekku.
Aku menangis, dan tetap berusaha memberontak. Kakiku berusaha menendang-nendang. Menggerakkan pinggulku agar kontolnya copot. Tapi bukannya copot, malah makin terlihat membuat laki-laki itu keenakan.
"Aaghhhh... " Desahnya.
Kontolnya terus terasa menggesek kedalam memekku. Masih terasa sakit.
Tiba-tiba terdengar banyak orang berbicara disekelilingku. Disana gelap tapi aku bisa sedikit melihat. Ternyata disana sudah banyak menunggu laki-laki yang melihat aku diperkosa.
Bajingan mereka! Kenapa hanya melihat? Bukan menolongku.
"Eh Wid, buruan, aku juga mau." Terdengar salah satu dari mereka berbicara.
"Hu'uh cepetlah." Kata suara yang lain. Entah aa beapa orang mereka yang menungguku.
"Bentar atuh, lagi enak-enaknya ini. Sumpah pulen euy ieu memek." Kata orang yang sedang menggagahiku.
Aku terdiam sejenak, lalu meronta lagi. Tapi ada yang aneh, aku sudah mulai merasakan kenikmatan didalam memekku. Aku mulai mendesah.
"Aaghhhh, oughhh.. memeknya sakittt..." Desahku sambil sedikit berontak. Aku gak mau terlihat sedang menikmatinya.
"Diem atuh neng, lagi enak banget ini. Masa ga ngerasain?" Kata laki-laki itu sambil terus menggenjotku.
Oh bagaimana ini? Ini rasanya sangat enak. Memberontak sedikit tapi dengan kasarnya laki-laki itu menekanku, melawan gerakanku dan itu membuat aku keenakan. Ada apa dengan diriku?
Aghh kalau terus seperti ini, aku akan klimak dan dia akan senang, begitu pula semua laki-laki yang menunggu gilirannya untuk memperkosaku. Malam ini, aku akan habis. Fikirku.
"Aaghhh, aghhhhhh toloongg lepasiinn.. sakiitt aaa sakiitt memekku.. kontolmu terlalu masukkkk.." teriak ku, ya kali ini aku sudah tidak mendesah. Karna aku tidak ingin memperlihatkan kalau aku sedang menikmati pemerkosaan itu.
Genjotan laki-laki itu makin terasa cepat.
"Aaghhh, aghhh enakkk nenggg. Memeknya pulen." Kata lelaki itu sambil menciumi leherku.
Dia terus mempercepat genjotannya. Aku menutup mataku, kali ini air mataku sudah tidak keluar.
Bruk! Tiba-tiba terdengar suara benda berat terjatuh.
"Aaawwww..." Terdengar juga teriakan-teriakan disekelilingku.
Aku membuka mata.
Lalu aku merasa laki-laki yang sedang menggagahiku terangkat tubuhnya keatas. Kepalanya menengadah. "Aaaaaaaaghhh awwwww..." Teriaknya.
Aku langsung bangun untuk duduk.
Aku melihat ada beberapa sosok tubuh yang sedang berkelahi. Laki-laki yang memperkosaku terlihat menungging di tanah. Sepertinya dia tidak sadarkan diri.
Aku masih merasa bingung. Lalu seseorang mengangkat tubuhku. Membopongku. Aku melihat wajahnya. Ternyata dia Aa. Wajahnya terlihat tegang. Akhirnya pandanganku memudar dan menghitam.
Terasa ada yang mengelus-elus pipiku. Aku bangun. Melihat sekeliling. Lalu aku lihat Aa ada disampingku.
"Kamu dirumah sakit Bee." Katanya lembut sambil tersenyum.
"Maaf Aa datang telat semalam. Aa nyari-nyari kamu sama temen-temen. Kata mereka, kamu tiba-tiba menghilang. Untungnya disana ada yang membicarakan kalau ada seorang wanita yabg akan digilir. Dan kami mengikuti mereka. Akhirnya, kami menemukan kamu Bee." Lanjut Aa menjelaskan panjang lebar.
Huft... Akhirnya aku selamat. Biarlah, ini menjadi pelajaran untukku. Salah satu pengalaman dikehidupan kelamku.
Posted by Unknown on 22.11 with No comments
Beberapa tahun kebelakang, rumahku memang tergolong bebas untuk siapa
saja. Mereka bebas datang kapanpun dan dengan siapapun. Khususnya
abege-abege yang broken home. Mau cewe atau cowo. Kadang aku berfikir,
kenapa ortu ku mengijinkan ya? Apa mreka ga takut barang-barang ada yang
hilang? Terbukti salah 1 hp dari mreka pernah hilang digondol
teman-teman mreka2 juga. Tapi lama kelamaan aku makin terbiasa dengan
kehadiran mereka. Kata ortuku, kasian mereka yang jauh dari orang
tuanya.
Aku jarang sekali keluar kamar, meski mreka datang, aku slalu diam didalam kamar. Untuk apa keluar? Di kamar sudah ada tv, dan kamar mandi. Mau makan cukup kedapur yang posisinya dekat dengan kamarku. Segala yang aku perlukan tinggal aku minta belikan pada mreka siapa saja yang ada dirumah.
Suatu hari, tiba-tiba aku mendengar suara laki-laki yang menyanyi-nyanyi diluar kamarku. Aku merasa baru dengar suara itu. Penasaran, aku keluar menuju dapur yang bedekatan dengan ruang tengah yang biasa dipakai kumpul oleh mreka. Diam didekat pintu dapur sambil lirik sana sini, basa-basi menyapa mereka, mungkin hari itu sekitar kurang lebih 15 orang yang sedang berada dirumahku. Bisa lebih dari 20 orang kalau dimalam minggu. Mereka biasa ketawa-ketawa, beemain gitar, minum-minum alkohol, kalau au sedang mood, aku suka ikut sebentar hanya untuk minum.
Saat itu, tatapanku akhirnya berakhir pada seorang laki-laki berperawakan tinggi, dengan tubuh tegap dan kulit putih.
Sial! Cwo ini langsung bikin aku tertarik. Gumamku dalam hati. Lalu dengan terlihat dingin, laki-laki itupun menatapku balik. Dengan acuh nya akupun memalingkan muka dan kembali ke dalam kamar.
Didalam kamar aku langsung terduduk diatas kasur. Bayangan sosok laki-laki yang sedang berada didepan kamarku terus saja ada dikepalaku.
Aku harus mendapatkannya.
Hari terus berlalu, laki-laki itu belum kembali kerumahku. Aku fikir dia bukan seperti anak-anak yang lainnya. Yang tidur dirumahku. Emm, mungkin dia bukan anak broken home juga. Paling iseng-iseng maen. Tapi, aku ga boleh nyerah buat dapetin dia.
Siang itu, aku melihat ada Farel, salah 1 anak paling lama yang suka tinggal dirumahku sedang menaiki tangga sambil membawa ember jemuran pakaiannya. Aku lalu mengikutinya untuk ketempat jemuran. Sembari menjemur, farel masih tidak sadar kalau ada aku disampingnya.
Hahaha, dasar cwo, pandangan mata nya hanya bisa melihat lurus kedepan. Tidak sperti wanita yang bisa melihat samping kanan kiri walau dia sedang menatap lurus kedepan.
Kucolek pinggangnya.
"Wadaw teteh, kirain siapa!" Kata Farel, terlihat dia sangat kaget.
"Hahahahhaa, serius amat sih ngejemurnya." Kataku sambil tertawa terbahak-bahak. Lalu aku duduk disalah 1 bangku yang memang disediakan di atas untuk nongkrong anak-anak.
Farel melanjutkan menjemur pakaiannya.
"Rel, kemaren-kemaren ada cwo yang pake jaket coklat siapa?" Tanyaku.
"Yang mana teh?" Tanya nya balik.
"Itu yang rambutnya cepak pinggir-pinggirnya." Jawabku.
Farel terlihat berfikir dan mengingat-ingat. Dia menjemur pakaian terakhirnya.
"Oohhh itu. Itu si Budi. Deket kok rumahnya teh. Tapi dia tinggal sendiri, ortunya jadi TKW." Kata Farel sambil menghampiriku dan duduk disampingku. "Kenapa? Tumben sih teteh tanya-tanya orang yang datang kerumah, biasanya juga cuex." Lanjutnya sambil cengengesan.
"Ya pingin aja atuh, namanya juga penasaran." Jawabku.
"Cieeee penasaran, pasti ada maunya." Goda Farel. Dia melihat Hp nya yang tiba-tiba berdering.
Aku cuma mesem-mesem digoda sperti itu.
"Tapi teh, dia juga nanyain teteh lho. Aku bilang aja jangan macem-macem ke teteh, karna teteh yang punya ini rumah. Dia nanya ke aku, katanya kok teteh pake pakaiannya sexy. Aku bilang aja, kalo emang kelakuan teteh tuh ga ada malunya, aurat diliat-liat. Hahahahahaaa." Farel tertawa terbahak-bahak.
Aku gak memperdulikan ucapan Farel soal pakaianku, yang ku fikir hanya bagaimana bisa dekat dengan Budi.
"Kapan Budi kesini lagi?" Tanyaku.
"Lah kayanya dia ada dibawah deh sekarang. Tadi kan yang sms dia. Katanya dah ada dirumah ini." Jawaban Farel membuat aku kaget dan senang.
"Serius Rel? Yuk ah ke bawah" kataku sambil berdiri dan berjalan cepat menuju tangga untuk kebawah tanpa memperdulikan jawaban Farel.
Dibawah, diteras rumah, aku melihat Budi sedang duduk didepan jendela kamarku. Menunggu Farel mungkin. Kepalanya yang tadi menunduk melihat hp nya, sekarang menengadah melihatku. Dengan tanpa basa-basi aku mendekatinya lalu tersenyum.
"Hey, Budi ya? Boleh minta no hp nya?" Kataku. Aku memang wanita yang malas berbasa-basi, kalau ada maunya, langsung bicara saja. Itu lebih enak menurutku.
"Eh teteh, boleh." Jawab nya terlihat sedikit kaget mendengar todonganku, lalu dia mengotak atik hp nya lalu menyerahkan padaku. Disana kulihat sebaris nomber hp. Kucatat di hp ku.
"Makasih ya." Kataku sambil berlalu dan masuk kerumah lalu ke kamarku.
Gilak, aku seneng banget dapet no hp nya. Pelan-pelan tapi pasti, aku kudu ngerasain ngentod ama dia.
Akhirnya setiap hari, kami sms an. Bahkan saat dia ada dirumahkupun aku masih sms dia. Aku tetap malas keluar kamar. Hahahaha...
Hingga suatu hari, pembicaraan kami mengarah pada selangkangan. Dia dengan polosnya bilang, kalau belum pernah ML.
WTF, berarti dapet perjaka lagi nih, fikirku.
AKu terus saja memancingnya sampai dia tertarik ingin melakukannya. Dan pancinganku gak sia-sia. Umpan nya dimakan ikan. Dia pun mau.
Saat dia sedang berada dirumahku, aku bilang, nanti malam dia kudu tidur dirumah ku bersama yang lainnya. Tengah malam dia keluar kamar dan tungguin aku didapur.
Semuanya berjalan sesuai rencana. Tengah malam itu kami sudah berdua didapur yang remang-remang. Aku duduk diatas meja dapur, dia berdiri didepanku. Dengan lahapnya dia mencium bibirku dan tangannya meremas-remas payudaraku.
Dia lalu memintaku mengikutinya kekamar mandi tamu yang memang dekat dengan dapur. Tanpa basa basi lagi, dia dengan agak kasar menyuruhku menungging dengan bertumpuan tangan dan lututku diatas toilet duduk. Aku menurutinya. Aku yang hanya memakai baju tidur dengan model tengtop longgar dan terusan rok pendek, tanpa beha dan tanpa celana dalam akan memudahkan kami untuk ngentod. Dengan keadaan kamar mandi gelap, dia sepertinya kewalahan, susah mencari mana lubang yang benar. Hahahahaaa...
Akhirnya aku tuntun kontolnya menuju lubang memekku. Dan Blesssss, kontolnya masuk kedalam memekku.
Aku mendesah kecil, takut terdengar orang serumah. Dia mengocok kontolnya dengan cepat. Desahannya terdengar agak memburu. Dan crooottt, crooottt.. Ada rasa cairan hangat menyirami memekku, mungkin cuma 2menit goyangannya dan dia sudah mengeluarkan spermanya didalam memekku.
Aghhhh, padahal aku belum apa-apa. Tapi aku maklumi sih. Namanya perjaka. Kebanyakan belum bisa mengatur nafsunya.
"Aghhh teteh maaf." Katanya sambil membalikan tubuhku. Dia jongkok dihadapanku yang terduduk di atas toilet. Aku tersenyum dan mengelus wajahnya.
"Gak papa Bud, kan nanti bisa lagi." Kataku.
"Oh jadi boleh lagi? Sekarang yuk, di meja dapur." Katanya sambil menarikku keluar kamar mandi menuju dapur kembali. Dengan masih terburu-buru, dia menciumi wajahku, bibirku dan memainkan bibirnya didaerah payudaraku. Ughhh rasanya ingin mendesah, tapi ga bisa karna takut membangunkan ortuku atau orang yang ada dirumah.
Masih dengan tidak sabarnya, dia membuat pahaku mengangkang, dan dia menusukkan 1 jaringa kedalam lobang memekku.
Ughhhh aku mendesah pelan.. Budi mencium bibirku, agar tidak keluar desahan yang lebih hebat saat dia mengocok keluar masuk jari nya didalam memekku. Aku terhentak agak keras dengan tangan bertumpu kebelakang saat Budi menusukkan dalam-dalam jarinya kedalam memekku, lalu dia menggoyang-goyangkannya didalam tanpa dia maju mundurkan. Siaaallll, itu tepat banget didaerah g-spotku. Ingin rasanya aku teriak menikmati kenikmatan itu. Tapi sayangnya gak bisa.
Dengan sedikit kasar, Budi menarik tubuhku agar bisa mencium bibirku. Mungkin dia khawatir aku beneran teriak. Aku melepaskan ciumannya dan memohon untuk dia memasukkan kontolnya kedalam memekku.
"Masukin dong sayang, udah gak kuat." Kataku dengan mata sayu menatapnya.
Cahaya remang-remang yang masuk ke dapur dari ruang keluarga, membantu ku melihat kontolnya yang lumayan besar dan putih.
Aku pegang kontolnya dan dengan perlahan mengarahkan ke memekku dengam posisi aku mengangkang lebar diatas meja dapur.
Dan sekali lagi, blesssss... Kontol yang nikmat itu masuk kedalam memekku.
Aghhh, shiitttt nikmatnyaaa...
Budi membiarkan beberapa detik kontolnya didalam memekku. Lalu dengan ritme perlahan, dia menarik dan memasukkan kembali kontolnya kedalam memekku.
Dengan tubuh menyender ke tembok dan kaki mengangkang lebar, aku bisa melihat kontolnya yang keluar masuk didalam memekku. Aghh, rasanya benar-benar nikmat. Sialnya aku gak bisa mendesah dan teriak.
Dengan terus mengocok, Budi menciumi leherku, aku benar-benar nyerah kalau sudah diciumi bagian kuping dan leher. Tanpa lama-lama lagi, aku memeluknya erat dan sedikit menggigit pundaknya agar tidak teriak. Ya, saat itu aku orgasme. Orgasme yang sangat nikmat. Nafasku memburu. Terdengar pula nafas Budi ikut menjadi cepat. Dan genjotannya pun sangat menghentak-hentakkan tubuhku. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang didalam dekapanku. Ternyata dia orgasme lagi.
Lama-lama tubuhnya melemah dan aku melepaskan pelukanku.
"Kenapa?" Tanyaku.
Budi tersenyum dan mencium keningku. "Enak, makasih ya teh." Katanya.
Aku ikut tersenyum. Kami berciuman sebentar.
Dan tanpa banyak bicara lagi, aku membereskan bajuku. Terburu-buru masuk ke kamar tidurku dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan memekku drei sisa-sisa spermanya.
Spertinya, Budi juga menuju kamar mandi tamu. Dia ga berani ke kamar mandi kamar yang dia tempati. Ahhahaaa mungkin takut membangunkan anak-anak yang sedang lelap tertidur.
Setelah malam itu, kami jadi semakin dekat dan sering ngentod. Dirumahku atau pun lebih bebas dirumahnya yang memang dia tempati sendirian. Bahkan kami pernah melakukan disiang bolong, ditempat umum. Ya tempat olah raga yang disana terdapat panggung kecil. Disisi panggung itulah aku menungging merasakan genjotan kontol nya yang benar-benar bikin aku ketagihan.
Aku jarang sekali keluar kamar, meski mreka datang, aku slalu diam didalam kamar. Untuk apa keluar? Di kamar sudah ada tv, dan kamar mandi. Mau makan cukup kedapur yang posisinya dekat dengan kamarku. Segala yang aku perlukan tinggal aku minta belikan pada mreka siapa saja yang ada dirumah.
Suatu hari, tiba-tiba aku mendengar suara laki-laki yang menyanyi-nyanyi diluar kamarku. Aku merasa baru dengar suara itu. Penasaran, aku keluar menuju dapur yang bedekatan dengan ruang tengah yang biasa dipakai kumpul oleh mreka. Diam didekat pintu dapur sambil lirik sana sini, basa-basi menyapa mereka, mungkin hari itu sekitar kurang lebih 15 orang yang sedang berada dirumahku. Bisa lebih dari 20 orang kalau dimalam minggu. Mereka biasa ketawa-ketawa, beemain gitar, minum-minum alkohol, kalau au sedang mood, aku suka ikut sebentar hanya untuk minum.
Saat itu, tatapanku akhirnya berakhir pada seorang laki-laki berperawakan tinggi, dengan tubuh tegap dan kulit putih.
Sial! Cwo ini langsung bikin aku tertarik. Gumamku dalam hati. Lalu dengan terlihat dingin, laki-laki itupun menatapku balik. Dengan acuh nya akupun memalingkan muka dan kembali ke dalam kamar.
Didalam kamar aku langsung terduduk diatas kasur. Bayangan sosok laki-laki yang sedang berada didepan kamarku terus saja ada dikepalaku.
Aku harus mendapatkannya.
Hari terus berlalu, laki-laki itu belum kembali kerumahku. Aku fikir dia bukan seperti anak-anak yang lainnya. Yang tidur dirumahku. Emm, mungkin dia bukan anak broken home juga. Paling iseng-iseng maen. Tapi, aku ga boleh nyerah buat dapetin dia.
Siang itu, aku melihat ada Farel, salah 1 anak paling lama yang suka tinggal dirumahku sedang menaiki tangga sambil membawa ember jemuran pakaiannya. Aku lalu mengikutinya untuk ketempat jemuran. Sembari menjemur, farel masih tidak sadar kalau ada aku disampingnya.
Hahaha, dasar cwo, pandangan mata nya hanya bisa melihat lurus kedepan. Tidak sperti wanita yang bisa melihat samping kanan kiri walau dia sedang menatap lurus kedepan.
Kucolek pinggangnya.
"Wadaw teteh, kirain siapa!" Kata Farel, terlihat dia sangat kaget.
"Hahahahhaa, serius amat sih ngejemurnya." Kataku sambil tertawa terbahak-bahak. Lalu aku duduk disalah 1 bangku yang memang disediakan di atas untuk nongkrong anak-anak.
Farel melanjutkan menjemur pakaiannya.
"Rel, kemaren-kemaren ada cwo yang pake jaket coklat siapa?" Tanyaku.
"Yang mana teh?" Tanya nya balik.
"Itu yang rambutnya cepak pinggir-pinggirnya." Jawabku.
Farel terlihat berfikir dan mengingat-ingat. Dia menjemur pakaian terakhirnya.
"Oohhh itu. Itu si Budi. Deket kok rumahnya teh. Tapi dia tinggal sendiri, ortunya jadi TKW." Kata Farel sambil menghampiriku dan duduk disampingku. "Kenapa? Tumben sih teteh tanya-tanya orang yang datang kerumah, biasanya juga cuex." Lanjutnya sambil cengengesan.
"Ya pingin aja atuh, namanya juga penasaran." Jawabku.
"Cieeee penasaran, pasti ada maunya." Goda Farel. Dia melihat Hp nya yang tiba-tiba berdering.
Aku cuma mesem-mesem digoda sperti itu.
"Tapi teh, dia juga nanyain teteh lho. Aku bilang aja jangan macem-macem ke teteh, karna teteh yang punya ini rumah. Dia nanya ke aku, katanya kok teteh pake pakaiannya sexy. Aku bilang aja, kalo emang kelakuan teteh tuh ga ada malunya, aurat diliat-liat. Hahahahahaaa." Farel tertawa terbahak-bahak.
Aku gak memperdulikan ucapan Farel soal pakaianku, yang ku fikir hanya bagaimana bisa dekat dengan Budi.
"Kapan Budi kesini lagi?" Tanyaku.
"Lah kayanya dia ada dibawah deh sekarang. Tadi kan yang sms dia. Katanya dah ada dirumah ini." Jawaban Farel membuat aku kaget dan senang.
"Serius Rel? Yuk ah ke bawah" kataku sambil berdiri dan berjalan cepat menuju tangga untuk kebawah tanpa memperdulikan jawaban Farel.
Dibawah, diteras rumah, aku melihat Budi sedang duduk didepan jendela kamarku. Menunggu Farel mungkin. Kepalanya yang tadi menunduk melihat hp nya, sekarang menengadah melihatku. Dengan tanpa basa-basi aku mendekatinya lalu tersenyum.
"Hey, Budi ya? Boleh minta no hp nya?" Kataku. Aku memang wanita yang malas berbasa-basi, kalau ada maunya, langsung bicara saja. Itu lebih enak menurutku.
"Eh teteh, boleh." Jawab nya terlihat sedikit kaget mendengar todonganku, lalu dia mengotak atik hp nya lalu menyerahkan padaku. Disana kulihat sebaris nomber hp. Kucatat di hp ku.
"Makasih ya." Kataku sambil berlalu dan masuk kerumah lalu ke kamarku.
Gilak, aku seneng banget dapet no hp nya. Pelan-pelan tapi pasti, aku kudu ngerasain ngentod ama dia.
Akhirnya setiap hari, kami sms an. Bahkan saat dia ada dirumahkupun aku masih sms dia. Aku tetap malas keluar kamar. Hahahaha...
Hingga suatu hari, pembicaraan kami mengarah pada selangkangan. Dia dengan polosnya bilang, kalau belum pernah ML.
WTF, berarti dapet perjaka lagi nih, fikirku.
AKu terus saja memancingnya sampai dia tertarik ingin melakukannya. Dan pancinganku gak sia-sia. Umpan nya dimakan ikan. Dia pun mau.
Saat dia sedang berada dirumahku, aku bilang, nanti malam dia kudu tidur dirumah ku bersama yang lainnya. Tengah malam dia keluar kamar dan tungguin aku didapur.
Semuanya berjalan sesuai rencana. Tengah malam itu kami sudah berdua didapur yang remang-remang. Aku duduk diatas meja dapur, dia berdiri didepanku. Dengan lahapnya dia mencium bibirku dan tangannya meremas-remas payudaraku.
Dia lalu memintaku mengikutinya kekamar mandi tamu yang memang dekat dengan dapur. Tanpa basa basi lagi, dia dengan agak kasar menyuruhku menungging dengan bertumpuan tangan dan lututku diatas toilet duduk. Aku menurutinya. Aku yang hanya memakai baju tidur dengan model tengtop longgar dan terusan rok pendek, tanpa beha dan tanpa celana dalam akan memudahkan kami untuk ngentod. Dengan keadaan kamar mandi gelap, dia sepertinya kewalahan, susah mencari mana lubang yang benar. Hahahahaaa...
Akhirnya aku tuntun kontolnya menuju lubang memekku. Dan Blesssss, kontolnya masuk kedalam memekku.
Aku mendesah kecil, takut terdengar orang serumah. Dia mengocok kontolnya dengan cepat. Desahannya terdengar agak memburu. Dan crooottt, crooottt.. Ada rasa cairan hangat menyirami memekku, mungkin cuma 2menit goyangannya dan dia sudah mengeluarkan spermanya didalam memekku.
Aghhhh, padahal aku belum apa-apa. Tapi aku maklumi sih. Namanya perjaka. Kebanyakan belum bisa mengatur nafsunya.
"Aghhh teteh maaf." Katanya sambil membalikan tubuhku. Dia jongkok dihadapanku yang terduduk di atas toilet. Aku tersenyum dan mengelus wajahnya.
"Gak papa Bud, kan nanti bisa lagi." Kataku.
"Oh jadi boleh lagi? Sekarang yuk, di meja dapur." Katanya sambil menarikku keluar kamar mandi menuju dapur kembali. Dengan masih terburu-buru, dia menciumi wajahku, bibirku dan memainkan bibirnya didaerah payudaraku. Ughhh rasanya ingin mendesah, tapi ga bisa karna takut membangunkan ortuku atau orang yang ada dirumah.
Masih dengan tidak sabarnya, dia membuat pahaku mengangkang, dan dia menusukkan 1 jaringa kedalam lobang memekku.
Ughhhh aku mendesah pelan.. Budi mencium bibirku, agar tidak keluar desahan yang lebih hebat saat dia mengocok keluar masuk jari nya didalam memekku. Aku terhentak agak keras dengan tangan bertumpu kebelakang saat Budi menusukkan dalam-dalam jarinya kedalam memekku, lalu dia menggoyang-goyangkannya didalam tanpa dia maju mundurkan. Siaaallll, itu tepat banget didaerah g-spotku. Ingin rasanya aku teriak menikmati kenikmatan itu. Tapi sayangnya gak bisa.
Dengan sedikit kasar, Budi menarik tubuhku agar bisa mencium bibirku. Mungkin dia khawatir aku beneran teriak. Aku melepaskan ciumannya dan memohon untuk dia memasukkan kontolnya kedalam memekku.
"Masukin dong sayang, udah gak kuat." Kataku dengan mata sayu menatapnya.
Cahaya remang-remang yang masuk ke dapur dari ruang keluarga, membantu ku melihat kontolnya yang lumayan besar dan putih.
Aku pegang kontolnya dan dengan perlahan mengarahkan ke memekku dengam posisi aku mengangkang lebar diatas meja dapur.
Dan sekali lagi, blesssss... Kontol yang nikmat itu masuk kedalam memekku.
Aghhh, shiitttt nikmatnyaaa...
Budi membiarkan beberapa detik kontolnya didalam memekku. Lalu dengan ritme perlahan, dia menarik dan memasukkan kembali kontolnya kedalam memekku.
Dengan tubuh menyender ke tembok dan kaki mengangkang lebar, aku bisa melihat kontolnya yang keluar masuk didalam memekku. Aghh, rasanya benar-benar nikmat. Sialnya aku gak bisa mendesah dan teriak.
Dengan terus mengocok, Budi menciumi leherku, aku benar-benar nyerah kalau sudah diciumi bagian kuping dan leher. Tanpa lama-lama lagi, aku memeluknya erat dan sedikit menggigit pundaknya agar tidak teriak. Ya, saat itu aku orgasme. Orgasme yang sangat nikmat. Nafasku memburu. Terdengar pula nafas Budi ikut menjadi cepat. Dan genjotannya pun sangat menghentak-hentakkan tubuhku. Dan tiba-tiba tubuhnya mengejang didalam dekapanku. Ternyata dia orgasme lagi.
Lama-lama tubuhnya melemah dan aku melepaskan pelukanku.
"Kenapa?" Tanyaku.
Budi tersenyum dan mencium keningku. "Enak, makasih ya teh." Katanya.
Aku ikut tersenyum. Kami berciuman sebentar.
Dan tanpa banyak bicara lagi, aku membereskan bajuku. Terburu-buru masuk ke kamar tidurku dan langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan memekku drei sisa-sisa spermanya.
Spertinya, Budi juga menuju kamar mandi tamu. Dia ga berani ke kamar mandi kamar yang dia tempati. Ahhahaaa mungkin takut membangunkan anak-anak yang sedang lelap tertidur.
Setelah malam itu, kami jadi semakin dekat dan sering ngentod. Dirumahku atau pun lebih bebas dirumahnya yang memang dia tempati sendirian. Bahkan kami pernah melakukan disiang bolong, ditempat umum. Ya tempat olah raga yang disana terdapat panggung kecil. Disisi panggung itulah aku menungging merasakan genjotan kontol nya yang benar-benar bikin aku ketagihan.
Jumat, 30 Januari 2015
Posted by Unknown on 00.10 with 1 comment
Lagi lagi Pak Kuntoro masuk kedalam kelas untuk memberikan pelajaran
yang paling kubenci. Pak Kuntoro adalah guru mata pelajaran fisika
disekolahku. Entah kenapa setiap kali pelajarannya jam terasa begitu
lama sekali untuk berputar.
"Teeettttt" inilah saat yang kutunggu tunggu dimana bel sekeloh berbunyi menandakan jam pelajaran fisika telah habis sekaligus waktunya untuk pulang.
Akhirnya pelajaran yang sangat amat kubenci ini selesai juga. Aku segera memasukan buku buku pelajaranku kedalam tasku dan langsung pergi meninggalkan kelas dimana Pak Kuntoro masih ada didalamnya. Aku berjalan pelan pelan menuju rumahku maklum anak SMP belum boleh menggendarai kendaraan bermotor. Sebenarnya orang tuaku menyurhku untuk kesekolah memakai sepeda tapi akunya aja yang menolak dengan alasan sekolah sama rumahkan deket ngapain naik sepeda. Aku terus berjalan menuju rumahku hal ini sudah menjadi rutinitasku sehari hari, mungkin udah kebiasaan iya makanya aku gak merasa capek.
Oh iya perkenalkan namaku Toni usiaku baru 15 tahun. Aku termasuk anak yang bongsor diusiaku bagaimana tidak tinggi badanku aja 162cm dan berat badanku 58kg jelas saja aku terlihat paling besar dikelasku bahkan disekolahku. Wajahku sih termasuk anak yang bisa dikatagorikan sebagai anak yang cakep apalagi ditambah kulitku yang putih dan hidungku yang mancung mebuat banyak cewek cewek centil disekolahku yang naksir aku tapi aku gak mau dengan alasan aku masih fokus untuk belajar, sebenarnya bukan itu juga alasannya tetapi aku lebih suka ama cewek yang usianya jauh lebih tua dariku.
Siang itu aku terus berjalan menuju rumahku, terasa sekali terik sang mentari yang menyegngat kulit putihku ini, rasa dahaga kini mulai menyiksaku sehingga kuputuskan untuk berhenti sejenak disebuah warung yang sudah dekat dengan rumahku hanya sekedar membeli minuman dingin pelepas dahaga setelah itu baru kulanjutkan perjalanan menuju rumahku. Sampai dirumah kulihat rumah seperti dalam keadaan kosong.
"Ma Mama" kupanggil Mamaku tapi tak ada jawaban darinya mungkin Mama lagi keluar pikirku.
Setelah mencari Mama keliling rumah tapi tak juga ketemu yasudah aku langsung masuk kekamarku untuk segera menganti pakaian seragamku. Karena cuaca hari ini begitu panas aku putuskan untuk tak memakai baju. Setelah kulepas semua pakaianku aku langsung tidur dan hanya menutupi tubuh bugilku dengan sebuah selimut. Ketika sedang enak enak terttidur tiba tiba Mamaku masuk kedalam kamarku dan membangunkanku.
"Ton bangun bangun" Mama mencoba membangunkanku yang sedang tertidur siang itu.
"Ada apa sih ma Toni capek banget nih mau istirahat" aku masih saja enggan untuk bangun dari tidurku.
"Kamu gak makan siang dulu apa?" Tanya Mama sembari mencoba untuk membanggunkanku lagi.
"Nantik aja Ma Toni masih males masih pengen tidur" jawabku kepada Mamaku
"Yaudah kalau gitu Mama juga mau tidur siang dulu. Awas iya kalau nantik Mama udah tidur kamu bangunin kayak biasanya" Mamaku lalu keluar dari kamarku. Aku sendiri langsung melanjutkan tidurku yang sempat terhenti akibat Mama.
Kenalakan Mamaku bernama Indri usianya 39tahun tapi diusianya yang sudah hampir menginjak kepala empat Mama masih terlihat sangat cantik dan terbukti apabila Mama keluar rumah banyak sekali lelaki lelaki buaya yang selalu menikmati kecantikan wajah Mama. Tak berhenti disitu kulit Mama juga putih dan mulus seperti tak ada cacatnya sama sekali. Dengan tinggi badan 165cm dan dipadu dengan berat badan 55kg membuat tubuh Mama terlihat ideal. Ditambah lagi payudaranya yang besar kira-kira ukurannya 38B dan bongkahan pantat yang tak terlalu besar tapi masih kenceng membuat mata lelaki seperti mau copot bila melihatnya.
Sore harinya aku terbangun dari tidurku karena perutku terasa lapar sekali. Seperti biasanya aku langsung keluar dari kamarku dan mencari keberadaan Mamaku. Aku langsung saja menuju kamarnya tapi Mama gak ada disana padahal tadi dia bilang mau tidur tapi kok gak ada iya. Mungkin Mama udah bangun dan seperti biasanya kalau sore Mama pasti lagi dihalaman belakang ngerawat bunga bunga kesayangannya. Benar dugaanku Mama memang ada disana saat itu.
"Ma Toni laper, makan apa nih?" Tanyaku pada Mama yang masih asik merawat bunga bunga kesayangannya.
"Tadi katanya males makan" ucap Mama tanpa menoleh kearahku.
"Ayolah Ma masak gitu aja Mama marah?" Aku berusaha memlas pada Mamaku dan biasanya kalau pakai jurus ini selalu berhasil meluluhkan hati Mama.
"Tadi Toni beneran capek Ma"
"Iyaiya kamu ini selalu kok" mama mulai beranjak dari tempatnya merawat bunga dan berjalan masuk kearah rumah. Tiba-tiba langkahnya terhenti.
"Aaaahhhhhh" teriak Mama saat Mama melihatku. Aku sebenarnya juga bingung kenapa Mama teriak seperti itu.
Setelah lama berpikir akhirnya aku sadar kalau aku lupa memakai baju, jadi aku saat ini dalam keadaan benar benar telanjang.
"Maaf maaf Ma Toni lupa kalau Toni belum pakai baju" aku spontan langsung menutupi kemaluanku yang sudah mulai ditumbuhi bulu bulu tipis dengan kedua tangganku.
"Kok bisa lupa gak pakai baju ituloh?" Kelihatan kalau Mama seperti tidak menutup matanya dengan sungguh sungguh terlihat dia sedikit mengintip disela sela jari tanggan yang menutupi matanya.
"Namanya aja orang lupa Ma, wajar ajakan Toni juga baru bangun tidur" jawabku seadanya.
"Yaudah cepet sana masuk pakai bajumu Mama mau nyiapin makanan buat kamu" mendengar kata kata itu aku langsung masuk kekamarku dan langsung memakai baju.
Setelah memakai baju aku keluar dari kamarku menuju meja makan, tampak disana ada Mama yang sedang sibuk menyiapkan makanan untukku. Sampai dimeja makan aku sangat terkesima melihat pakaian yang sedang digunakan oleh Mama, dia munggunakan daster tipis tanpa lengan dengan belahan dada yang sangat rendah sehingga tampak jelas belahan payudaranya yang menggoda dan panjang daster bagian bawahnya hanya 10 centi dibawah pangkal paha. Melihat pemandangan yang seperti ini sontak membuat Si Jago langsung berdiri seketika. Ketika Mama sudah selesai menyiapkan makanan untuku dia langsung menggambil posisi duduk disebelahku dengan otomatis daster yang dipakainya tertarik keatas, kini paha mulusnya semakin terlihat jelas. Aku tak kuasa melihat pemandangan ini ingin sekali kuelus paha mulus milik Mama.
"Ton itu kenapa kok bisa seperti itu?" Tanya Mama sembari menunjuk kearah Si Jago. Hal ini benar benar membuatku sangat malu.
"Ehhh anu Ma Toni sendiri juga gak tau kenapa kok tiba tiba seperti ini" kataku yang gelagapan menjawab pertanyaan dari Mama.
"Gak mungkin ah kamu gak tau penyebabnya" sepertinya Mama tau apa penyebab Si Jago junior berdiri.
"Ahh Mama beneran Toni gak tau" sebenarnya saat ini aku benar benar maulu banget sama mama, gara gara Si Jago yang gak bisa diajak kompromi.
"Yaudah deh kalau gak tau" sekarang Mama sudah memalingkan pandangannya kearah lain dan tidak lagi memandang Si Jago yang sedang berdiri tegak menantang.
"Panas juga iya Ton cuaca sore ini? Pantas kamu tadi gak pakai baju" ucap mama sambil mengibas ngibaskan tanggannya kemukanya.
"Iya Ma" sekarang aku sedikit lega karena mama tak lagi memandangi penisku.
"Sepertinya enak juga iya Ton kalau buka baju?" Mama langsung bangkit dari tempat duduknya dan melepas daster yang sedang dikenakannya. Kini terpampang jelas BH dan CD Mama yang berwarna putih.
Melihat apa yang dilakukan oleh Mama membuat penisku semakin tegang seperti tak terkendali, nafasku kini mulai memburu, dan jantungku seakan terpacu dengan begitu kencang. Beda sekali dengan Mama yang terlihat sangat santai memamerkan bentuk tubuhnya dihadapanku.
"Loh ada apa Ton kok kamu ngelihatin Mama seperti itu? Ada yang salah sama Mama?" Ucapan Mama sepertinya tidak merasa bersalah sama sekali.
"Ee....eeenggakk kookk Ma" jawabku yang terbatah batah karena perasaan gugup yang melandaku saat ini.
"Kok kamu malah gugup gitu seh? Hayo kamu horni iya ngelihat Mama dalam keadaan seperti ini" Mama terus saja mengodaku sepertinya dia tau bahwa aku saat ini sudah sangat terangsang oleh tingkahnya.
"Apaan sih Mama ini" aku yang sudah tidak kuat melihat hal ini langsung meninggalkan meja makan dan langsung menuju kamarku.
Didalam kamar aku terus saja memikirkan hal yang baru saja kualami. Aku terus memikirkan hal itu sampai malam harinya aku susah untuk tidur alhasil besoknya aku bangun kesiangan dan dengan terpaksa juga akhirnya aku bolos sekolah.
"Kok baru bangun sih Ton? Sudah jam berapa ini?" Sapa Mama ketika aku keluar dari kamarku.
"Iya Ma maaf semalam Toni gak bisa tidur, gak tau kenapa kok semalam mata Toni kayaknya gak mau buat dipejamin" jawabku kepada Mama sambil mengucek ngucek mataku yang masih sulit untuk melek.
"Yaudah sana mandi dulu gih habis mandi terus sarapan" setelah selesai ngomong mama langsung pergi meninggalkanku.
Aku segera mandi dan setelah mandi seperti perintah mama aku langsung sarapan karena makanannya sudah disiapkan sama mama. Saat aku sedang asik asiknya makan Mama mendatangiku dan alangkah kagetnya aku Mama kini hanya memakai BH dan CD yang berwarna hitam kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih. Melihat hal itu dengan cepat penisku berdiri seperti kemarin. Kini Mama mengambil posisi duduk disampingku.
"Gimana Ton enak masakan Mama? Tanya Mama ketika dia sudah duduk disebelahku.
"Ehhhh anu anu enak kok Ma"
"Iya udah terusin makannya iya sayang"
"Iiiiyyaaa Mmmaaaa" aku semakin gugup saat ini melihat BH dan CD Mama yang sangat mengairahkan menurutku.
"Kok kamu kayak orang gugup gitu sih sayang? Emangnya ada apa?" Tanya Mama yang sebenarnya sudah mengerti keadaanku saat ini.
"Gapapa kok ma" jawabku singkat.
"Mama kok gak pakai baju lagi sih?" Aku mencoba protes dengan hal yang dilakukan oleh Mama.
"Kan Mama tadi habis senam jadi Mama gerah sayang makanya Mama gak pakai baju gini" Mama mencoba menjelaskan kepadaku.
"Emang kenapa sih sayang? Ada yang salah kalau Mama seperi ini? Toh disini juga gak ada siapa siapa cuma ada kamu" kini Mama yang mencoba protes kepadaku.
"Yaudah deh terserah Mama aja kalau gitu" kataku sok cuek dengan perilaku Mama padahal aku sangat menikmati apa yang dilakukan Mama saat ini.
Setelah makan aku langsung nonton TV sedangkan Mama sibuk untuk mencuci piring yang dipakai untuk sarapan tadi. Setelah mencuci piring Mama langsung duduk disebelahku.
"Waduh gara gara cuci piring nih BH mama jadi basah" Mama memegang BHnya yang memang basah terkena cipratan air, dan tanpa diduga Mama mencopot BHnya yang basah hinga kini menyembulah dua bongkahan payudara Mama yang bebas tanpa penutup apa-apa.
"Loh kok dicopot BHnya Ma?" Tanyaku yang pura pura bingung melihat tingkah Mama tapi penisku seakan tak bisa berbohong kalau aku menikmati pemandangan ini.
"Kan BHnya basah sayang, nantik malah Mama masuk angin kalau BHnya gak dilepas" Mama kini memegang payudaranya seolah olah mengelapa payudaranya yang basah akibat terkena cipratan air tadi.
"........" Aku hanya diam tak menjawab dan mataku terus mengamati setiap adegan yang dilakukan oleh Mama disampingku.
"Hayo kamu lagi liat apa? Kamu horni iya" Mama kembali mengodaku.
"Eee....eenngggaakkk kkoookkk Maaaa" jawabku mengelak.
"Gak apa? Ini buktinya kemaluanmu udah berdiri" kini Mama sudah mulai meremas remas penisku.
"Eehhhh eeehhhh aaddduuu Maaaa" aku mengeluh menahan nikmat sensasi yang diberikan oleh Mama.
"Enak sayang? Sekarang dilepas iya celananya" Mama kini menarik celana kolor yang kupakai saat itu beserta CDku juga.
"Wow besar juga iya kontolmu Ton" seprtinya Mama sangat terkesima melihat ukuran penisku yang lumayan besar.
Mama lalu mengocok dengan lembut batang penisku, nikmat sekali rasanya mungkin karena ini pertama kalinya penisku dijamah oleh seorang wanita. Dengan telaten Mama terus mengocok batang penisku. 10 menit lebih Mama sudah masih saja mengocok penisku dengan tempo yang naik turun kadang cepat kadang pelan tapi cara itulah yang membuatku semakin merasakan nikmat. Kini Mama mendekatkan bibirnya kearah batang penisku, mula mila dijilati terlebih dahulu kepala penisku.
"Uuuhhhhh aaaahhhhh eeeennnnaaakkkk baaangggeeettt Maaaa" aku terus meracau merasakan nikmatnya jilatan dari Mama pada ujung penisku.
Tampaknya Mama sangat mahir memperlakukan batang seorang lelaki. Kini Mama mulai memasukan penisku kedalam mulutnya, dikulumlah penisku oleh Mama. Hangat sekali rasanya dan ketika Mama mulai memajukan mundurkan mulutnya lagi lagi rasa nikmat kurasakan hingga penisku terasa sangat geli sekali seperti ada sesuatu yang berontak ingin keluar dari lubang penisku. Rasa geli semakin lama semakin parah hingga aku benar benar tank mampu menahannya dan akhirnya "cret cret cret" entah berapa kalo spermaku tumpah didalam mulut Mama. Yang membuatku heran saat itu Mama tanpa rasa jijik sama sekali menelan seluruh spermaku yang ada dimulutnya.
"Ton tolong jilatin tetek Mama dong" Kini posisi Mama berbaring tepat disebelahku.
Aku hanya mengangguk menangapi perintah yang diberikan oleh Mama. Mula mula kukulum puting susu Mama, terlihat Mama hanya meringis menahan geli karena puting susunya kukulum. Semakin lama kulumanku berubah menjadi sedotan pada puting susunya. Kusedot terus puting susu Mama hingga puting yang awalnya berwarna coklat kin berubah menjadi putih pucat. Kini Mama mengarahkan tangganku kearah payudaranya yang satunya, aku tau apa maksud dari Mamaku. Segera kuremas remas payudaranya sedangkan mulutku tak berhenti dengan kegiatan mengulum dan menyedot.
"Aaaahhhh uuuusssshhhhh tteeerrruuussss TTTTtttttooooonnnnnn tttteeerrruuussss" kini mulai terdengar racauan yang keluar dari mulut Mama.
Mama sepertinya tidak ingin aku menghentikan kegiatanku ini terlihat dari tanggannya yang terus menahan kepalaku agar terus berada dipayudaranya. Mama sepertinya sudah sangat terangsang dengan kegiatan yang aku lakukan.
"Stttoooppp Tooonnn hhhheeennnttttiiiiiikkkaaaannnn" mendengar hal itu aku sempat kaget dan menghentikan kegiatan yang kualakukan saat ini.
"Sekarang kamu jilatin memek Mama"
Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya aku menuruti saja apa perintah yang diberikan oleh Mamaku. Kubuka CD Mama yang masih melekat ditubuhnya, ternyata CD Mama saat itu sudah sangat basah. Ketika CD Mama sudah terlepas aku dengan cepat menjilati memek Mamaku seperti apa yang diperintahkan olehnya. Bau khas kewanitaan Mama membuatku semakin bernafsu untuk segera menjilati vagina Mama.
"Uuuhhhhh uuuhhhhhh sssssttttthhhhh ennnnaaakkk tttttooonnnn tteeerruuuussss aaaaauuuhhhhh" racau Mama saat aku mulai menjilati lubang kewanitaaannya.
Terus kujilati bibir vagina Mama dan sesekali kucoba memasukan lidahku kedalam liang vaginanya. Kini tanggan Mama seperti menahanku agar aku tidak menghentikan kegiatanku pada vagina Mama. Kini vagina Mama sudah semakin basah karena jilatan yang kuberikan. Puas dengan lubang vagina Mama kini keletitnya yang menjadi sasaranku. Tubuh mama bergetar ketika lidahku menyentuh keletitnya. Melihat hal itu aku semakin bersemangat untuk memainkan keletitnya. 5 menit aku bermain dengan keletit Mama tiba tiba tubuh Mama mengelijang dengan hebat, tanggannya seperti menekan kepalaku sampai sampai aku sulit untuk bernafas.
"Oooooohhhhhhhhhhh" teriak Mama yang dibarengi dengan cairan yang keluar dari dalam vaginanya. Kepalaku yang masih ditahan oleh kedua tangan Mama membuatku dengan terpaksa harus menerima cairan yang keluar dari vagina Mama.
Mama melapaskan tanggannya dari kepalaku, akhirnya aku bisa bernafas dengan lega. Tapi tiba tiba mama mendorongku hingga aku jatuh terlentang dilantai rumahku. Tak lama kemudian Mama beranjak menuju keatas tubuhku dan mengarahkan penisku agar masuk kedalam lubang segama milik Mamaku. Dengan telaten Mama memasukan penisku kedalam vaginanya dan pelan tapi pasti akhirnya penisku masuk sedikit demi sedikit kedalam lubang vagina Mamaku. Rasa hangat terasa menjalar didaerah penisku saat penisku masuk kedalam vagina Mama. Kini Mama mulai mengerakan badannya naik turun. Semakin lama gerakan yang dilakukan Mama semakin cepat, sesekali Mama melakukan gerak memutar seperti goyang ngebor milik artis dangdut Inul Daratista. Semakin lama goyangan Mama terasa semakin nikmat.
"Aaahhhh nniikkkmmmaaatttt sssseeekkkkaaaallllllllliiiii Maaaaaa"
"Aaaauuuuuhhhhh aaauuuhhhhhhhh iiiiiyyyaaaaa Sssaaayyyyaannngg kkoooonntttoollllllmuuuu jjuuugggggaaa eeennnaaakkk"
"Aayyyoooo Maaaaa lllleeeebbbbiiihhh ccceeepppaatttt llllllaagggiiiii Maaaaaa"
"Iiyyyaaaaaa Ssssaaayyyyaaannngggg iiiiiiiiiyyyyyaaaaa"
Kami berdua terus meracau menahan nikmat yang tiada tara. Goyangan Mama semakin lama juga semakin cepat membuatku semakin kelonjotan melayaninya.
"Ton Mama...........Mama mauu keeelllllllluuuuuaaaarrrrrr aaaahhhhhh" racau Mama semakin menjadi kini tubuhnya mngeliat seperti cacing kepanasan dan jatuh menimpahku.
Kubalikan tubuhnya tanpa melepas penisku dari lubang vaginanya. Aku mulai mengerakan badanku maju mundur memompa vagina ibuku.
"Aaaahhhhhh ahhhhh aaaaahhhhhhhhwwww" Mama terus mendesah menerima genjotan yang kuberikan.
"Aaahhhhhhh eeennnaaakkkkk Saaaayyyyaaaannnggg eeeeennnnaaakkkk"
Mendengar desahan demi desahan yang keluar dari mulut Mama membuatku semakin bernafsu, kupercepat gerakanku hingga terdengar keras sekali suara kemaluan aku dan Mama beradu. Hampir 15 menit aku terus memompa vagina Mama kini saatnya orgasmeku datang, terasa sangaty geli sekali sehingga aku tak mampu untuk menahannya dan akhirnya "crrreeettttt cccrrrrreeetttttt cccrrrrreeettttt" entah berapa kali spermaku menyembur menyirami rahim dan vagina Mamaku. Setelah itu tubuhku tergeletak lemas diatas tubuh Mama. Peniskupun tetap kubiarkan berada didalam vagina Mama, tapi lama kelamaan penisku menyusut menjadi kecil hingga terlepas dengan sendiri dari vagina Mamaku. Akhirnya kami berdua tidur didepan tv berdua dengan keadaan telanjang.
Sorenya ibu membangunkanku karena Ayahku akan segera pulang. Mendengar kabar itu sontak aku langsung bergegas lari menuju kamarku. Kami terus melakukan hubungan terlarang ini ketika aku pulang sekolah karena tak mungkin bila malam hari kita melakukan hubungan ini.
TAMAT
"Teeettttt" inilah saat yang kutunggu tunggu dimana bel sekeloh berbunyi menandakan jam pelajaran fisika telah habis sekaligus waktunya untuk pulang.
Akhirnya pelajaran yang sangat amat kubenci ini selesai juga. Aku segera memasukan buku buku pelajaranku kedalam tasku dan langsung pergi meninggalkan kelas dimana Pak Kuntoro masih ada didalamnya. Aku berjalan pelan pelan menuju rumahku maklum anak SMP belum boleh menggendarai kendaraan bermotor. Sebenarnya orang tuaku menyurhku untuk kesekolah memakai sepeda tapi akunya aja yang menolak dengan alasan sekolah sama rumahkan deket ngapain naik sepeda. Aku terus berjalan menuju rumahku hal ini sudah menjadi rutinitasku sehari hari, mungkin udah kebiasaan iya makanya aku gak merasa capek.
Oh iya perkenalkan namaku Toni usiaku baru 15 tahun. Aku termasuk anak yang bongsor diusiaku bagaimana tidak tinggi badanku aja 162cm dan berat badanku 58kg jelas saja aku terlihat paling besar dikelasku bahkan disekolahku. Wajahku sih termasuk anak yang bisa dikatagorikan sebagai anak yang cakep apalagi ditambah kulitku yang putih dan hidungku yang mancung mebuat banyak cewek cewek centil disekolahku yang naksir aku tapi aku gak mau dengan alasan aku masih fokus untuk belajar, sebenarnya bukan itu juga alasannya tetapi aku lebih suka ama cewek yang usianya jauh lebih tua dariku.
Siang itu aku terus berjalan menuju rumahku, terasa sekali terik sang mentari yang menyegngat kulit putihku ini, rasa dahaga kini mulai menyiksaku sehingga kuputuskan untuk berhenti sejenak disebuah warung yang sudah dekat dengan rumahku hanya sekedar membeli minuman dingin pelepas dahaga setelah itu baru kulanjutkan perjalanan menuju rumahku. Sampai dirumah kulihat rumah seperti dalam keadaan kosong.
"Ma Mama" kupanggil Mamaku tapi tak ada jawaban darinya mungkin Mama lagi keluar pikirku.
Setelah mencari Mama keliling rumah tapi tak juga ketemu yasudah aku langsung masuk kekamarku untuk segera menganti pakaian seragamku. Karena cuaca hari ini begitu panas aku putuskan untuk tak memakai baju. Setelah kulepas semua pakaianku aku langsung tidur dan hanya menutupi tubuh bugilku dengan sebuah selimut. Ketika sedang enak enak terttidur tiba tiba Mamaku masuk kedalam kamarku dan membangunkanku.
"Ton bangun bangun" Mama mencoba membangunkanku yang sedang tertidur siang itu.
"Ada apa sih ma Toni capek banget nih mau istirahat" aku masih saja enggan untuk bangun dari tidurku.
"Kamu gak makan siang dulu apa?" Tanya Mama sembari mencoba untuk membanggunkanku lagi.
"Nantik aja Ma Toni masih males masih pengen tidur" jawabku kepada Mamaku
"Yaudah kalau gitu Mama juga mau tidur siang dulu. Awas iya kalau nantik Mama udah tidur kamu bangunin kayak biasanya" Mamaku lalu keluar dari kamarku. Aku sendiri langsung melanjutkan tidurku yang sempat terhenti akibat Mama.
Kenalakan Mamaku bernama Indri usianya 39tahun tapi diusianya yang sudah hampir menginjak kepala empat Mama masih terlihat sangat cantik dan terbukti apabila Mama keluar rumah banyak sekali lelaki lelaki buaya yang selalu menikmati kecantikan wajah Mama. Tak berhenti disitu kulit Mama juga putih dan mulus seperti tak ada cacatnya sama sekali. Dengan tinggi badan 165cm dan dipadu dengan berat badan 55kg membuat tubuh Mama terlihat ideal. Ditambah lagi payudaranya yang besar kira-kira ukurannya 38B dan bongkahan pantat yang tak terlalu besar tapi masih kenceng membuat mata lelaki seperti mau copot bila melihatnya.
Sore harinya aku terbangun dari tidurku karena perutku terasa lapar sekali. Seperti biasanya aku langsung keluar dari kamarku dan mencari keberadaan Mamaku. Aku langsung saja menuju kamarnya tapi Mama gak ada disana padahal tadi dia bilang mau tidur tapi kok gak ada iya. Mungkin Mama udah bangun dan seperti biasanya kalau sore Mama pasti lagi dihalaman belakang ngerawat bunga bunga kesayangannya. Benar dugaanku Mama memang ada disana saat itu.
"Ma Toni laper, makan apa nih?" Tanyaku pada Mama yang masih asik merawat bunga bunga kesayangannya.
"Tadi katanya males makan" ucap Mama tanpa menoleh kearahku.
"Ayolah Ma masak gitu aja Mama marah?" Aku berusaha memlas pada Mamaku dan biasanya kalau pakai jurus ini selalu berhasil meluluhkan hati Mama.
"Tadi Toni beneran capek Ma"
"Iyaiya kamu ini selalu kok" mama mulai beranjak dari tempatnya merawat bunga dan berjalan masuk kearah rumah. Tiba-tiba langkahnya terhenti.
"Aaaahhhhhh" teriak Mama saat Mama melihatku. Aku sebenarnya juga bingung kenapa Mama teriak seperti itu.
Setelah lama berpikir akhirnya aku sadar kalau aku lupa memakai baju, jadi aku saat ini dalam keadaan benar benar telanjang.
"Maaf maaf Ma Toni lupa kalau Toni belum pakai baju" aku spontan langsung menutupi kemaluanku yang sudah mulai ditumbuhi bulu bulu tipis dengan kedua tangganku.
"Kok bisa lupa gak pakai baju ituloh?" Kelihatan kalau Mama seperti tidak menutup matanya dengan sungguh sungguh terlihat dia sedikit mengintip disela sela jari tanggan yang menutupi matanya.
"Namanya aja orang lupa Ma, wajar ajakan Toni juga baru bangun tidur" jawabku seadanya.
"Yaudah cepet sana masuk pakai bajumu Mama mau nyiapin makanan buat kamu" mendengar kata kata itu aku langsung masuk kekamarku dan langsung memakai baju.
Setelah memakai baju aku keluar dari kamarku menuju meja makan, tampak disana ada Mama yang sedang sibuk menyiapkan makanan untukku. Sampai dimeja makan aku sangat terkesima melihat pakaian yang sedang digunakan oleh Mama, dia munggunakan daster tipis tanpa lengan dengan belahan dada yang sangat rendah sehingga tampak jelas belahan payudaranya yang menggoda dan panjang daster bagian bawahnya hanya 10 centi dibawah pangkal paha. Melihat pemandangan yang seperti ini sontak membuat Si Jago langsung berdiri seketika. Ketika Mama sudah selesai menyiapkan makanan untuku dia langsung menggambil posisi duduk disebelahku dengan otomatis daster yang dipakainya tertarik keatas, kini paha mulusnya semakin terlihat jelas. Aku tak kuasa melihat pemandangan ini ingin sekali kuelus paha mulus milik Mama.
"Ton itu kenapa kok bisa seperti itu?" Tanya Mama sembari menunjuk kearah Si Jago. Hal ini benar benar membuatku sangat malu.
"Ehhh anu Ma Toni sendiri juga gak tau kenapa kok tiba tiba seperti ini" kataku yang gelagapan menjawab pertanyaan dari Mama.
"Gak mungkin ah kamu gak tau penyebabnya" sepertinya Mama tau apa penyebab Si Jago junior berdiri.
"Ahh Mama beneran Toni gak tau" sebenarnya saat ini aku benar benar maulu banget sama mama, gara gara Si Jago yang gak bisa diajak kompromi.
"Yaudah deh kalau gak tau" sekarang Mama sudah memalingkan pandangannya kearah lain dan tidak lagi memandang Si Jago yang sedang berdiri tegak menantang.
"Panas juga iya Ton cuaca sore ini? Pantas kamu tadi gak pakai baju" ucap mama sambil mengibas ngibaskan tanggannya kemukanya.
"Iya Ma" sekarang aku sedikit lega karena mama tak lagi memandangi penisku.
"Sepertinya enak juga iya Ton kalau buka baju?" Mama langsung bangkit dari tempat duduknya dan melepas daster yang sedang dikenakannya. Kini terpampang jelas BH dan CD Mama yang berwarna putih.
Melihat apa yang dilakukan oleh Mama membuat penisku semakin tegang seperti tak terkendali, nafasku kini mulai memburu, dan jantungku seakan terpacu dengan begitu kencang. Beda sekali dengan Mama yang terlihat sangat santai memamerkan bentuk tubuhnya dihadapanku.
"Loh ada apa Ton kok kamu ngelihatin Mama seperti itu? Ada yang salah sama Mama?" Ucapan Mama sepertinya tidak merasa bersalah sama sekali.
"Ee....eeenggakk kookk Ma" jawabku yang terbatah batah karena perasaan gugup yang melandaku saat ini.
"Kok kamu malah gugup gitu seh? Hayo kamu horni iya ngelihat Mama dalam keadaan seperti ini" Mama terus saja mengodaku sepertinya dia tau bahwa aku saat ini sudah sangat terangsang oleh tingkahnya.
"Apaan sih Mama ini" aku yang sudah tidak kuat melihat hal ini langsung meninggalkan meja makan dan langsung menuju kamarku.
Didalam kamar aku terus saja memikirkan hal yang baru saja kualami. Aku terus memikirkan hal itu sampai malam harinya aku susah untuk tidur alhasil besoknya aku bangun kesiangan dan dengan terpaksa juga akhirnya aku bolos sekolah.
"Kok baru bangun sih Ton? Sudah jam berapa ini?" Sapa Mama ketika aku keluar dari kamarku.
"Iya Ma maaf semalam Toni gak bisa tidur, gak tau kenapa kok semalam mata Toni kayaknya gak mau buat dipejamin" jawabku kepada Mama sambil mengucek ngucek mataku yang masih sulit untuk melek.
"Yaudah sana mandi dulu gih habis mandi terus sarapan" setelah selesai ngomong mama langsung pergi meninggalkanku.
Aku segera mandi dan setelah mandi seperti perintah mama aku langsung sarapan karena makanannya sudah disiapkan sama mama. Saat aku sedang asik asiknya makan Mama mendatangiku dan alangkah kagetnya aku Mama kini hanya memakai BH dan CD yang berwarna hitam kontras sekali dengan warna kulitnya yang putih. Melihat hal itu dengan cepat penisku berdiri seperti kemarin. Kini Mama mengambil posisi duduk disampingku.
"Gimana Ton enak masakan Mama? Tanya Mama ketika dia sudah duduk disebelahku.
"Ehhhh anu anu enak kok Ma"
"Iya udah terusin makannya iya sayang"
"Iiiiyyaaa Mmmaaaa" aku semakin gugup saat ini melihat BH dan CD Mama yang sangat mengairahkan menurutku.
"Kok kamu kayak orang gugup gitu sih sayang? Emangnya ada apa?" Tanya Mama yang sebenarnya sudah mengerti keadaanku saat ini.
"Gapapa kok ma" jawabku singkat.
"Mama kok gak pakai baju lagi sih?" Aku mencoba protes dengan hal yang dilakukan oleh Mama.
"Kan Mama tadi habis senam jadi Mama gerah sayang makanya Mama gak pakai baju gini" Mama mencoba menjelaskan kepadaku.
"Emang kenapa sih sayang? Ada yang salah kalau Mama seperi ini? Toh disini juga gak ada siapa siapa cuma ada kamu" kini Mama yang mencoba protes kepadaku.
"Yaudah deh terserah Mama aja kalau gitu" kataku sok cuek dengan perilaku Mama padahal aku sangat menikmati apa yang dilakukan Mama saat ini.
Setelah makan aku langsung nonton TV sedangkan Mama sibuk untuk mencuci piring yang dipakai untuk sarapan tadi. Setelah mencuci piring Mama langsung duduk disebelahku.
"Waduh gara gara cuci piring nih BH mama jadi basah" Mama memegang BHnya yang memang basah terkena cipratan air, dan tanpa diduga Mama mencopot BHnya yang basah hinga kini menyembulah dua bongkahan payudara Mama yang bebas tanpa penutup apa-apa.
"Loh kok dicopot BHnya Ma?" Tanyaku yang pura pura bingung melihat tingkah Mama tapi penisku seakan tak bisa berbohong kalau aku menikmati pemandangan ini.
"Kan BHnya basah sayang, nantik malah Mama masuk angin kalau BHnya gak dilepas" Mama kini memegang payudaranya seolah olah mengelapa payudaranya yang basah akibat terkena cipratan air tadi.
"........" Aku hanya diam tak menjawab dan mataku terus mengamati setiap adegan yang dilakukan oleh Mama disampingku.
"Hayo kamu lagi liat apa? Kamu horni iya" Mama kembali mengodaku.
"Eee....eenngggaakkk kkoookkk Maaaa" jawabku mengelak.
"Gak apa? Ini buktinya kemaluanmu udah berdiri" kini Mama sudah mulai meremas remas penisku.
"Eehhhh eeehhhh aaddduuu Maaaa" aku mengeluh menahan nikmat sensasi yang diberikan oleh Mama.
"Enak sayang? Sekarang dilepas iya celananya" Mama kini menarik celana kolor yang kupakai saat itu beserta CDku juga.
"Wow besar juga iya kontolmu Ton" seprtinya Mama sangat terkesima melihat ukuran penisku yang lumayan besar.
Mama lalu mengocok dengan lembut batang penisku, nikmat sekali rasanya mungkin karena ini pertama kalinya penisku dijamah oleh seorang wanita. Dengan telaten Mama terus mengocok batang penisku. 10 menit lebih Mama sudah masih saja mengocok penisku dengan tempo yang naik turun kadang cepat kadang pelan tapi cara itulah yang membuatku semakin merasakan nikmat. Kini Mama mendekatkan bibirnya kearah batang penisku, mula mila dijilati terlebih dahulu kepala penisku.
"Uuuhhhhh aaaahhhhh eeeennnnaaakkkk baaangggeeettt Maaaa" aku terus meracau merasakan nikmatnya jilatan dari Mama pada ujung penisku.
Tampaknya Mama sangat mahir memperlakukan batang seorang lelaki. Kini Mama mulai memasukan penisku kedalam mulutnya, dikulumlah penisku oleh Mama. Hangat sekali rasanya dan ketika Mama mulai memajukan mundurkan mulutnya lagi lagi rasa nikmat kurasakan hingga penisku terasa sangat geli sekali seperti ada sesuatu yang berontak ingin keluar dari lubang penisku. Rasa geli semakin lama semakin parah hingga aku benar benar tank mampu menahannya dan akhirnya "cret cret cret" entah berapa kalo spermaku tumpah didalam mulut Mama. Yang membuatku heran saat itu Mama tanpa rasa jijik sama sekali menelan seluruh spermaku yang ada dimulutnya.
"Ton tolong jilatin tetek Mama dong" Kini posisi Mama berbaring tepat disebelahku.
Aku hanya mengangguk menangapi perintah yang diberikan oleh Mama. Mula mula kukulum puting susu Mama, terlihat Mama hanya meringis menahan geli karena puting susunya kukulum. Semakin lama kulumanku berubah menjadi sedotan pada puting susunya. Kusedot terus puting susu Mama hingga puting yang awalnya berwarna coklat kin berubah menjadi putih pucat. Kini Mama mengarahkan tangganku kearah payudaranya yang satunya, aku tau apa maksud dari Mamaku. Segera kuremas remas payudaranya sedangkan mulutku tak berhenti dengan kegiatan mengulum dan menyedot.
"Aaaahhhh uuuusssshhhhh tteeerrruuussss TTTTtttttooooonnnnnn tttteeerrruuussss" kini mulai terdengar racauan yang keluar dari mulut Mama.
Mama sepertinya tidak ingin aku menghentikan kegiatanku ini terlihat dari tanggannya yang terus menahan kepalaku agar terus berada dipayudaranya. Mama sepertinya sudah sangat terangsang dengan kegiatan yang aku lakukan.
"Stttoooppp Tooonnn hhhheeennnttttiiiiiikkkaaaannnn" mendengar hal itu aku sempat kaget dan menghentikan kegiatan yang kualakukan saat ini.
"Sekarang kamu jilatin memek Mama"
Bagai kerbau yang dicucuk hidungnya aku menuruti saja apa perintah yang diberikan oleh Mamaku. Kubuka CD Mama yang masih melekat ditubuhnya, ternyata CD Mama saat itu sudah sangat basah. Ketika CD Mama sudah terlepas aku dengan cepat menjilati memek Mamaku seperti apa yang diperintahkan olehnya. Bau khas kewanitaan Mama membuatku semakin bernafsu untuk segera menjilati vagina Mama.
"Uuuhhhhh uuuhhhhhh sssssttttthhhhh ennnnaaakkk tttttooonnnn tteeerruuuussss aaaaauuuhhhhh" racau Mama saat aku mulai menjilati lubang kewanitaaannya.
Terus kujilati bibir vagina Mama dan sesekali kucoba memasukan lidahku kedalam liang vaginanya. Kini tanggan Mama seperti menahanku agar aku tidak menghentikan kegiatanku pada vagina Mama. Kini vagina Mama sudah semakin basah karena jilatan yang kuberikan. Puas dengan lubang vagina Mama kini keletitnya yang menjadi sasaranku. Tubuh mama bergetar ketika lidahku menyentuh keletitnya. Melihat hal itu aku semakin bersemangat untuk memainkan keletitnya. 5 menit aku bermain dengan keletit Mama tiba tiba tubuh Mama mengelijang dengan hebat, tanggannya seperti menekan kepalaku sampai sampai aku sulit untuk bernafas.
"Oooooohhhhhhhhhhh" teriak Mama yang dibarengi dengan cairan yang keluar dari dalam vaginanya. Kepalaku yang masih ditahan oleh kedua tangan Mama membuatku dengan terpaksa harus menerima cairan yang keluar dari vagina Mama.
Mama melapaskan tanggannya dari kepalaku, akhirnya aku bisa bernafas dengan lega. Tapi tiba tiba mama mendorongku hingga aku jatuh terlentang dilantai rumahku. Tak lama kemudian Mama beranjak menuju keatas tubuhku dan mengarahkan penisku agar masuk kedalam lubang segama milik Mamaku. Dengan telaten Mama memasukan penisku kedalam vaginanya dan pelan tapi pasti akhirnya penisku masuk sedikit demi sedikit kedalam lubang vagina Mamaku. Rasa hangat terasa menjalar didaerah penisku saat penisku masuk kedalam vagina Mama. Kini Mama mulai mengerakan badannya naik turun. Semakin lama gerakan yang dilakukan Mama semakin cepat, sesekali Mama melakukan gerak memutar seperti goyang ngebor milik artis dangdut Inul Daratista. Semakin lama goyangan Mama terasa semakin nikmat.
"Aaahhhh nniikkkmmmaaatttt sssseeekkkkaaaallllllllliiiii Maaaaaa"
"Aaaauuuuuhhhhh aaauuuhhhhhhhh iiiiiyyyaaaaa Sssaaayyyyaannngg kkoooonntttoollllllmuuuu jjuuugggggaaa eeennnaaakkk"
"Aayyyoooo Maaaaa lllleeeebbbbiiihhh ccceeepppaatttt llllllaagggiiiii Maaaaaa"
"Iiyyyaaaaaa Ssssaaayyyyaaannngggg iiiiiiiiiyyyyyaaaaa"
Kami berdua terus meracau menahan nikmat yang tiada tara. Goyangan Mama semakin lama juga semakin cepat membuatku semakin kelonjotan melayaninya.
"Ton Mama...........Mama mauu keeelllllllluuuuuaaaarrrrrr aaaahhhhhh" racau Mama semakin menjadi kini tubuhnya mngeliat seperti cacing kepanasan dan jatuh menimpahku.
Kubalikan tubuhnya tanpa melepas penisku dari lubang vaginanya. Aku mulai mengerakan badanku maju mundur memompa vagina ibuku.
"Aaaahhhhhh ahhhhh aaaaahhhhhhhhwwww" Mama terus mendesah menerima genjotan yang kuberikan.
"Aaahhhhhhh eeennnaaakkkkk Saaaayyyyaaaannnggg eeeeennnnaaakkkk"
Mendengar desahan demi desahan yang keluar dari mulut Mama membuatku semakin bernafsu, kupercepat gerakanku hingga terdengar keras sekali suara kemaluan aku dan Mama beradu. Hampir 15 menit aku terus memompa vagina Mama kini saatnya orgasmeku datang, terasa sangaty geli sekali sehingga aku tak mampu untuk menahannya dan akhirnya "crrreeettttt cccrrrrreeetttttt cccrrrrreeettttt" entah berapa kali spermaku menyembur menyirami rahim dan vagina Mamaku. Setelah itu tubuhku tergeletak lemas diatas tubuh Mama. Peniskupun tetap kubiarkan berada didalam vagina Mama, tapi lama kelamaan penisku menyusut menjadi kecil hingga terlepas dengan sendiri dari vagina Mamaku. Akhirnya kami berdua tidur didepan tv berdua dengan keadaan telanjang.
Sorenya ibu membangunkanku karena Ayahku akan segera pulang. Mendengar kabar itu sontak aku langsung bergegas lari menuju kamarku. Kami terus melakukan hubungan terlarang ini ketika aku pulang sekolah karena tak mungkin bila malam hari kita melakukan hubungan ini.
TAMAT
Selasa, 23 September 2014
Posted by Unknown on 06.30 with No comments
“Tunggu sebentar...” tiba-tiba gadis bule itu mengeluarkan tangan pria itu dari celananya dan bangkit berdiri.
Pak Fahri terpana menyaksikan Jill dengan gerakan erotis melepas celananya sendiri. Gadis itu lalu menaikkan pinggulnya ke tepi meja tepat di hadapannya. Yang paling menarik perhatiannya tentu daerah segitiganya, begitu bersih, tanpa bulu yang menutupinya, dan kelihatan sangat menggiurkan. Sungguh kewanitaan yang begitu indah, bibir vaginanya berwarna seperti kulit di sekitarnya dan masih rapat walaupun sudah bukan perawan.
“Bapak suka?” tanya Jill sambil mengangkangkan kaki lebih lebar lagi, memamerkan belahan vaginanya yang sudah merekah indah kepada pria itu.
“Ehehehe....iyahh “ gumam Pak Fahri mengagguk-angguk
“Nikmati Pak...bikin saya puas!” sahut gadis bule itu lirih, matanya sayu dan wajahnya bersemu kemerahan akibat birahi yang makin tak terkendali.
Tak perlu menunggu lama lagi, Pak Fahri sudah membenamkan wajahnya di selangkangan Jill, dihirupnya dalam-dalam kewanitaan itu.
“hmmhh…”, desah Jill merasakan hangat dan basah mengenai vaginanya.
Jelas itu lidah Pak Fahri, belaian-belaian nakalnya di daerah pribadinya sungguh menghanyutkan Jill dalam arus kenikmatan. Tanpa sadar, kaki kanan Jill disampirkan ke atas bahu kiri pria itu. Tanpa mampir ke otaknya, tubuh gadis itu merespon kenikmatan yang sedang ia rasakan secara alamiah. Dengan meletakkan satu kaki di bahu si tukang bakso, tentu selangkangannya akan semakin terbuka dan ia akan semakin leluasa dan semakin banyak memberikan kenikmatan. Benar saja, pintu surga dunianya semakin terbuka, Pak Fahri pun semakin gencar menyerbu wilayah terlarang itu. Dengan rakusnya, ia melahap vagina Jill habis-habisan. Tak henti-hentinya, lidah pria itu menyapu setiap jengkal dari daerah segitiga yang mulus tak berbulu itu, lidahnya terus menggali, menggali, dan menggali lebih dalam lagi ‘tambang’ yang ada di hadapannya sehingga Jill pun menggeleng-gelengkan kepala, menggeliat-geliat, kedua pahanya semakin menjepit kepala pria itu.
“aaaahhh ooouuhhh yesss...more...”
Jill pun menekan dan menahan kepala Pak Fahri di selangkangannya. Vaginanya menjadi bulan-bulanan si tukang bakso yang kegirangan mendapat rejeki nomplok seperti itu. Terkurung di antara paha mulus itu tentu membuat Pak Fahri bersemangat. Pandangannya tertutup vagina gadis itu dan hidungnya hanya mencium aroma khas liang sorgawi, sungguh keadaan ‘terjepit’ yang paling menyenangkan bagi pria itu. Jill benar-benar terhanyut, meresapi kenikmatan luar biasa yang dirasakannya pada bagian bawah tubuhnya.
“AAAKKKHHHH !!”, Jill mengerang panjang, kedua pahanya menjepit kepala Pak Fahri dengan sangat kencang, perutnya agak ke atas
Kucuran cairan yang berasal dari kewanitaan gadis Australia itu tak ubahnya bagai air mata yang menyegarkan dahaga Pak Fahri. Pria itu menyeruput habis habis dalam hitungan detik saja, lidahnya pun mengorek-ngorek sisa cairan yang tertinggal di dalam rongga vagina gadis itu. Pria ini ternyata cukup mengetahui bagaimana cara memberi kenikmatan sensual pada wanita.
“Non Jill…”, ujar Pak Fahri mengelus-elus paha gadis bule itu.
Jill tersenyum puas dan merundukkan tubuhnya, Pak Fahri pun langsung berdiri memeluk tubuhnya. Keduanya berpelukan begitu erat menciptakan pemandangan yang sensual dan erotis. Kekontrasan di antara dua insan manusia itu justru menambah aura erotis dan sensual yang ada. Jill, si gadis bule yang begitu cantik dan putih mulus sudah telanjang bulat sepenuhnya, memeluk Pak Fahri, pria gempal setengah baya dan berkulit gelap dan masih berpakaian lengkap.
“mmm…ccpphhh..mmm…”. Ciuman yang terjadi begitu mesra dan kompak. Keduanya bergantian saling lumat dan pagut. Bibir Jill yang lembut membuat pak Fahri benar-benar gemas. Dilumat, dihisap, dikenyot, dikulum, bibir Jill habis-habisan diserbu Pak Fahri. Lidah keduanya pun tak jarang saling belit, saling kait, dan saling silang.
“hmmm…mmm…”. Terlihat jelas sekali kalau tak hanya Pak Fahri yang menikmati percumbuan ini, tapi Jill juga sangat, sangat menikmatinya. Rambut Jill pun menutupi sisi kiri dan kanan seperti tirai/hordeng yang menutupi bibir mereka berdua yang menyatu seakan tak ingin ada seorang pun yang melihat percumbuan mereka.
“Uuah..”, Jill mengatur nafasnya setelah melepaskan bibirnya dari bibir Pak Fahri dan menegakkan tubuhnya.
Kini ia ingin sekali melihat kejantanan Pak Fahri. Tubuh pria ini nampak bugar dan kekar, pastilah senjata di balik celananya itu perkasa, sebuah batang yang hitam, besar, dan berurat terbayang di pikiran Jill. Semakin ‘gatal’ rasanya sehingga tangannya pun semakin aktif, setelah membuka pakaian atas Pak Fahri, tangannya merayap ke bawah meremas selangkangan pria itu yang telah menggelembung, ia menggenggam sesuatu yang keras.
“Sebentar yah Non!” kata Pak Fahri lalu dengan sangat tergesa-gesa, ia membuka celana dan celana dalamnya sendiri. Kedua mata Jill langsung tertuju ke benda yang menggantung di tengah-tengah selangkangan pria itu, benda itu begitu kokoh, panjang, dengan ujung bersunat, gadis itu menelan ludah membayangkan batang perkasa itu mengaduk-aduk vaginanya.
“masukkin Pak…”, Jill yang birahinya sudah meledak-ledak meminta pria itu untuk menjejali vaginanya dengan benda itu.
Kedua kaki gadis bule itu terbuka dengan sangat lebar, Jill juga menyibakkan bibir vaginanya sendiri seolah mengundang penis Pak Fahri agar segera masuk ke dalam. Tanpa buang waktu lagi, kepala penis pria itu pun sudah menempel di bibir vagina Jill.
“Oh yesss....eeemmm”, desah Jill ketika pria itu memajukan pinggulnya perlahan, kepala penisnya mulai mendobrak masuk ke dalam liang kewanitaannya.
Jill merasa bagian bawah tubuhnya benar-benar penuh sesak dengan batang besar milik Pak Fahri yang semakin melesak masuk. Sensasi yang luar biasa pun dirasakan Pak Fahri, penisnya terasa begitu terjepit dan terasa seperti diurut-urut. Setelah beberapa kali tarik-dorong, akhirnya seluruh batang penisnya berhasil menancap di dalam liang vagina gadis bule itu dengan sangat kokoh. Ia diam sejenak untuk menikmati liang vagina Jill yang begitu hangat dan peret, penisnya seperti dicengkram dengan sangat kuat oleh dinding vagina gadis itu. Belum lagi rasa hangat yang menyelimuti batangnya. Desahan-desahan pelan mulai mengalun dari mulut Jill saat tukang bakso itu mulai menggerakkan pinggulnya. Dengan lembut, pria itu terus berusaha memompa penisnya dengan perlahan.
“sshh ooouuhh uummhh..yeaaah!!!”, racau Jill merasakan sensasi nikmat dari vaginanya yang dirojok-rojok.
Sementara Pak Fahri terus menggasak liang vagina Jill. Ia menyodoknya dengan penuh perasaan namun cukup kuat untuk membuat gadis bule itu tersentak-sentak.
“ookkhh…aahhh....God i like it!!”, Jill mengerang lebih nyaring saat Pak Fahri menyodok vaginanya sampai mentok.
Tukang bakso itu terus menggenjot dengan ritme sedang agar Jill yang sedang digenjotnya juga menikmatinya. Gadis itu meletakkan kedua telapak tangannya pada meja sehingga buah dadanya nampak membusung menantang. Pak Fahri pun menangkupkan kedua tangannya dan menggenggam kedua gunung kembar itu. Ia remasi payudara Jill yang terasa sangat empuk dan kenyal itu. Kedua kaki indah Jill melingkar erat di pinggang Pak Fahri. Merasa gadis itu semakin terhanyut dalam kenikmatan, Pak Fahri mulai mempercepat genjotannya.
“I’m coming....yyaahhh...sshhh...aaahh...aahhhh!!!”, Jill mengerang panjang saat gelombang orgasme melanda tubuhnya, pria itu terus menyodok-nyodokkan penisnya berusaha menyusulnya ke puncak.
Hujan masih deras di luar sana mengaburkan bunyi pergulatan seks di kedai tersebut, nafas keduanya menderu-deru, bulir-bulir keringat keduanya telah membasahi tubuh masing-masing. Kedua insan beda ras beda negara itu bercinta dengan sangat bergairah, begitu menggelora. Desahan-desahan penuh kenikmatan keluar dari mulut keduanya. Keduanya saling berpelukan dengan erat sementara alat kelamin mereka terus bergesekkan semakin cepat dan tanpa henti sampai lima menitan kemudian...
“OOKKHH...Non Jill...enakkkhhh !!!!”, erang Pak Fahri melepas orgasmenya, ia akhirnya berhasil menyusul gadis itu ke puncak kenikmatan.
Jill akhirnya bisa bernafas lega setelah pria itu menghentikan sodokannya. Keduanya sama-sama meraih puncak kenikmatan yang mereka bangun bersama. Rasa hangat dan becek terasa oleh di liang kewanitaannya. Tubuh Jill terkulai lemas di meja sehabis mendapatkan orgasme tadi. Wajah cantiknya nan sendu itu menatap Pak Fahri dengan senyuman puas. Pak Fahri membaringkan tubuhnya disamping gadis bule itu dan dia mengusap-usap buah dadanya lembut. Jill memainkan jari-jarinya di penis pak Fahri yang sudah lemas kembali, tapi si penis belum juga mau bangkit kembali.
Setelah beristirahat beberapa saat, Jill menggeser tubuhnya turun dari meja dan bersimpuh di antara kedua paha Pak Fahri. Ditatapnya sejenak penis yang setengah bangun itu, lalu dikocoknya perlahan benda itu dan dimasukkannya ke dalam mulutnya.
“Uugghh…” lenguh Pak Fahri merasakana sensasi geli setiap kali gadis itu menghisap penisnya.
Ketika penisnya mengeras lagi, dikeluarkannya benda itu dari mulutnya dan disapukannya lidahnya dari pangkal hingga ke ujungnya. Dikenyot-kenyotnya buah zakarnya dan disapukannya lidahnya lagi ke batangnya yang berurat. Pak Fahri menikmati permainan mulut dan lidahnya dengan mengelusi rambut gadis itu, ia melihat bagaimana gadis bule itu menservis senjatanya.
“Non, udah dulu, nanti keburu keluar, sekarang Non nungging aja!” kata Pak Fahri beberapa menit kemudian karena tidak ingin buru-buru ejakulasi
“Oke...I see, saya siap mulai lagi!” sambil tersenyum Jill melakukan perintah pria itu.
Ia membungkukkan badan dengan kedua tangan berpegangan di pinggir meja. Menganggap gadis itu sudah siap,Pak Fahri segera memasukkan penisnya ke lubang vaginanya dari arah belakang, vagina yang sudah becek itu menelan penis itu dengan mudah. Dengan berpegangan pada pinggang Jill yang ramping, ia pun mulai menggerakkan badannya maju mundur. Batang penisnya kembali menghentak-hentak keluar-masuk di lorong vaginanya, mula-mula dengan perlahan-lahan, namun makin lama semakin bertambah temponya. Sesungguhnya Jill belum benar-benar lepas dari buaian orgasmenya. Vaginanya masih terasa gatal dan setiap gerakan, betapa pun kecilnya, menyebabkan kegelian itu menjalar ke mana-mana di tubuhnya. Dengan cepat ia merasa birahinya sudah bangkit kembali, dan tanpa sadar ia mulai menggoyang-memutar pinggulnya, membuat penis Pak Fahri yang serasa diaduk-aduk di liang kewanitaannya. Tubuh Jill mulai terguncang-guncang dan dari mulutnya kembali terdengar desahan sensual
”Ough... aahhh, more Pak...aaawww” jeritnya kecil ketika tangan pria itu menampar bongkahan pantatnya yang menggemaskan, “Bapak nakal...aahh...” ia menengok ke belakang.
“Ehehehe...abis gak tahan Non, montok banget..ssshhh...sshh!!” kata pria itu sambil terus menggenjot dan plak...sekali lagi ia menampar pantat Jill yang sebelah seperti penunggang kuda memecut tunggangannya.
Selama beberapa saat Pak Fahri menyetubuhi Jill dengan cepat dan bertenaga, hingga akhirnya ia pelankan helaannya dan meraih payudara gadis itu untuk diremas-remas. Sesudah itu ia naikkan lagi tempo genjotannya. Akibatnya Jill pun mulai ribut lagi
”Uughh... ughh... oughh...”
Jeritan gadis itu semakin membangkitkan nafsunya, sehingga ia menggoyang tubuhnya semakin cepat dan makin bertenaga. Tak lama kemudian, akhirnya gelombang orgasme menerpa bak tsunami meluluh-lantakan segalanya. Pak Fahri menggeram-mengerang keras, menghujam cepat dan pendek berkali-kali.
“Uuuhhh...keluar enakkkhh!!” ia mengerang-menggeram, menegakkan tubuhnya sambil menghujamkan penisnya dalam-dalam, menumpahkan cairan kental panas ke vagina Jill yang telah berdenyat-denyut.
Sementara Jill membelalakkan mata dengan pandangan kosong merasakan sebuah kenikmatan luar biasa menyergap tubuhnya. Lalu pandangannya mengabur dan merasakan tubuhnya seperti melayang-layang..Kenikmatan yang bertubi-tubi menghempas tubuhnya sedemikian rupa sehingga ia tidak lagi bisa merasakan ketika penis pria itu memuncratkan cairan kental panas mengisi seluruh bagian dalam kewanitaannya, membuat liang sorgawi itu penuh. Saat penis pria itu tercabut dari liang kewanitaannya, cairan cinta berleleran di sela-sela paha gadis itu. Jill hanya bisa terpejam dan mengerang pelan, nyaris tak terdengar. Ia menjatuhkan tubuh ke kursi terdekat dan bersandar dengan nafas naik-turun. Cairan putih kental nampak meleleh dari vaginanya yang mekangkang membasahi kursi di bawahnya
“Owh...how wonderful!” gumam gadis itu dalam hati
Dipandangnya Pak Fahri yang juga terduduk lemas di kursi seberangnya, penis pria itu nampak menyusut setelah orgasme dahsyat tadi. Lama juga keduanya terduduk lemas dengan tubuh berkeringat di kursi. Pak Fahri yang bangkit duluan menawarkan minuman pada gadis itu.
"Mau minum apa Non? Bapak ambilin!" tawarnya
"Oh,...saya rasa saya perlu yang menyegarkan!” jawab Jill tersenyum lemah
Pak Fahri berjalan menuju lemari penyimpanan minuman di sudut warung, dua botol teh botol Sosro dingin segera diraihnya. Setelah membuka tutupnya dan memasukkan sedotan, ia menghampiri Jill dan menyodorkan botol tersebut. Dengan lahap gadis Australia itu meneguk minuman yang menyegarkan itu. Sekejap kemudian botol sudah kosong.
“Hujannya sudah kecil” kata Jill mendengar suara hujan di luar mulai mereda, sudah tidak ada lagi suara guntur, namun masih turun rintik-rintik, “saya rasa saya sudah bisa berangkat”
“Masih belum bener-bener berenti Non” kata tukang bakso itu, “sambil nunggu Non mau lihat-lihat ke belakang? Tempat saya bikin bakso?” tanyanya.
“Ah tentu saja, saya senang sekali mempelajarinya!” sahut Jill antusias, ia bangkit dari kursi dan meraih celananya.
“Ehh...ga usah Non, ga usah dipake dulul, takutnya di dalam kotor” Pak Fahri mencegah gadis itu yang hendak memakai kembali pakaiannya, “lagian Non lebih cantik kalau gak pakai apa-apa kok”
“Hahaha...” Jill tertawa lepas, “Bapak ini pintar merayu ya....baiklah kalau begitu saya tidak akan pakai dulu bajunya”
Akhirnya gadis itu mengikuti pria itu ke belakang hanya dengan memakai sepatu dan kaos kakinya yang sedari tadi belum dilepas. Inilah rupanya tempat pria ini mengolah makanan yang menjadi dagangannya itu. Ruangan yang berukuran sedang itu tertata bersih dan rapi. Di sana terdapat sebuah alat penggiling daging, sebuah rak yang di dalamnya berisi toples-toples kecil bumbu masakan, sebuah lemari pendingin berukuran sedang untuk menyimpan persediaan daging, tungku memasak, serta peralatan masak yang menggantung dan tergeletak di meja. Pak Fahri menjelaskan sepintas alat-alat yang ada di sana dan cara-cara mengolah bakso supaya menjadi enak. Jill berjalan ke sebuah jendela di belakang, ia menggeser tirainya sedikit sehingga ia dapat melihat keluar, ke arah sebuah kebun kecil di belakang sana. Pak Fahri berdiri di belakangnya, menjelaskan bahwa di sana ia menanam beberapa jenis tanaman yang dibutuhkan untuk bumbu seperti cabe, bawang, daun seledri, dll. Dengan menanam secara mandiri harga pun dapat ditekan sehingga lebih ringan di tangan pembeli. Jill berdecak-decak kagum mendengar penjelasan pria itu, ia memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai hal-hal baru.
Sambil membicarakan tanaman, Jill merasakan tubuh pria itu dekat sekali di belakangnya, sangat dekat bahkan. Sebuah aliran birahi samar-samar kembali menjalari tubuh gadis itu. Ia menengok ke sebelah mendapati sebuah meja panjang dengan marmer hitam panjang di atasnya, tingginya sepinggang orang dewasa lebih sedikit. Lantai di bawahnya berlapis tegel kuning dengan kisi-kisi pembuangan air di sudutnya.
“Ini tempat nyembelih Non” kata pria itu menerangkan.
“Nyembelih?” tanya Jill
“Eeemmm...motong maksudnya...” pria itu memperagakan gerakan memotong daging, “daging besar dipotong di sini jadi kecil-kecil, hehe gitu maksudnya!”
Jill mengangguk-angguk.
“Oh iya, Non Jill mau saya bersihin gak sebelum pergi? Biar segar badannya” kata pria itu seraya mengambil selang berwarna hijau yang terhubung pada kran ledeng dekat situ, “ini biasa buat bersihin daging, tapi airnya bersih kok”
Gadis itu tersenyum, “Bapak mau bersihin saya atau mau pegang-pegang badan saya lagi?” godanya.
“Hahaha...mungkin dua-duanya Non, ya kan kalau bersihin ya harus pegang-pegang dong supaya lebih bersih. Gimana Non? Kalau Non gak keberatan, berbaring aja di sini, biar Bapak bersihin” katanya sambil menepuk-nepuk meja marmer itu.
Jill terdiam sejenak, aneh juga harus melakukannya di meja jagal. Namun ia kemudian tersenyum.
“Haha...saya jadi merasa seperti hewan mau dipotong, selera anda memang funny Pak!” katanya sambil melepaskan sepatu dan kaos kakinya dan naik ke meja tersebut, “oke...Pak silakan bersihkan badan saya!” ia terbaring telentang pasrah tanpa sehelai benangpun.
Pak Fahri mulai menyiramkan air ke tubuhnya, menggosokinya dengan lembut membuat gadis itu merasa nyaman. Siraman air dingin dari selang itu memberinya kesegaran dan sentuhan-sentuhan erotis pria itu membuatnya terbuai, ia merasakan aliran sensual merayapi tubuhnya, apakah ronde berikutnya akan dimulai? Ia belum tahu pasti. Matanya terpejam menghayati tangan pria itu membersihkan tubuhnya. Siraman air tidak terasa lagi, sebagai gantinya tiba-tiba ia merasakan bibir pria itu menempel di bibirnya. Serta merta ia pun menyambutnya dengan hangat, lidah mereka saling belit selama beberapa saat hingga pria itu menarik lidahnya, sepertinya hendak mengakhiri percumbuan. Tiba-tiba jret....takk....!!! terdengar suara daging terpotong dan disusul bunyi logam beradu dengan meja marmer di bawahnya. Mata Jill yang terpejam langsung membelakak, ia tidak sempat menyadari apa yang terjadi karena kepalanya telah terpisah dari tubuhnya. Pak Fahri menjenggut rambut panjang gadis itu dan mengangkat kepalanya yang terpotong sambil terus mencium bibirnya selama beberapa detik.
“Mmmhhh...” ia melepas ciumannya dan menatap potongan kepala gadis itu yang masih membelakakkan matanya, “maaf yah Non, Bapak lagi butuh daging gadis muda yang rasanya enak itu, Non datang di saat yang tepat membawa daging impor lagi hehehehe...”
Ia lalu meletakkan kepala itu di atas meja di sebelahnya dan mulai beralih ke arah tubuhnya yang masih mengucurkan darah dengan deras pada potongan lehernya. Lelehan darah membasahi lantai di bawahnya mengalir bersama sisa air ke saluran pembuangan air. Tanpa membersihkan cipratan darah pada wajah dan tubuhnya lebih dulu, Pak Fahri mulai memposisikan ujung golok dagingnya pada ulu hati tubuh tak berkepala itu lalu ia tekan dan tarik hingga membelah perut yang mulus dan rata itu. Kembali darah tercurah membasahi meja. Hati, jantung, usus, semuanya jelas terpampang dihadapannya. Dengan tenang seperti melakukan pekerjaan biasa, ia mengeluarkan isi perut Jill dan menampungnya pada sebuah baskom besar. Kemudian, bagaikan seorang tukang daging di pasar, pria itu dengan santai memotong buah dada Jill dan memotong daging dari bagian tubuh lainnya yang telah ia pilah-pilah lalu ditampung di sebuah baskom lainnya. Daging-daging terpilih itu ia cuci hingga bersih dari darah lalu dibawanya ke arah mesin penggiling. Mesin dinyalakan, satu-persatu potongan daging manusia itu ia masukkan ke lubang di atas mesin yang lalu secara otomatis mengelurkan hasil gilingannya ke baskom lainnya. Total didapat dua baskom ukuran sedang dari daging yang masih ‘segar’ tersebut.
Kembali ke meja penjagalan di mana tubuh Jill sudah tidak berbentuk lagi. Tubuh gadis malang itu kini hanya berupa bagian-bagian yang terpisah-pisah. Kaki, tangan, serta tubuh telah terpotong-potong menjadi beberapa bagian, beberapa di antaranya sudah tinggal berupa tulang yang masih bermandikan darah, sementara kepala gadis itu tergeletak di meja lain, matanya yang membelakak menatap ke arah tubuhnya yang sudah tidak utuh lagi. Pemandangan menjijikkan itu nampaknya bagi Pak Fahri merupakan hal yang biasa saja, tanpa tergesa-gesa ia membereskan sisa pekerjaannya. Daging yang tersisa ia sayat hingga habis dan ia letakkan di wadah lain. Kurang lebih setengah jam kemudian yang tersisa tinggal tulang-belulang merah darah. Pria itu mengambil sebuah plastik hitam besar yang biasa dipakai untuk membuang sampah lalu memasukkan tulang-tulang itu ke dalamnya. Terdengar suara langkah menuruni tangga dari ruangan sebelah.
“Pak...Bapak!!” terdengar suara Hamzah memanggil ayahnya.
“Sini Nak! Bapak lagi sibuk! Tolong bantuin Bapak dong!” sahut Pak Fahri menanggapi panggilan anaknya itu.
Hamzah menemui ayahnya yang masih telanjang dengan tubuh berlumuran darah itu di dapur belakang, namun tampaknya pemuda keterbelakangan mental itu tidak merasa ngeri ataupun kaget.
“Bapak lagi potong daging? Ehehehe!” ia tertawa polos sambil memeluk boneka Telletubies merah kesayangannya.
“Iya, kamu datang tepat waktu nak.” pak Fahri berkata sambil merenggut rambut kepala Jill yang bertengger di atas meja di sampingnya, masih dengan mimik wajahnya yang terkejut dengan mata membelalak lebar. “Cepat, yang ini masih segar.” Katanya sebelum melempar kepala itu ke arah Hamzah yang buru-buru melepas bonekanya dan menangkap kepala gadis malang itu.
“Hehehe, yang ini cantik pak. Kok rasanya sayang kalo di…”
“Halaaah, sudah gak usah banyak omong. Nanti keburu telat, ini semua buat kebaikan kamu juga nak. Ayo, kamu udah tau caranya khan?”
“Iya pak, Hamzah ngerti.” Dengan santainya pemuda itu meletakkan kepala Jill di atas sebuah talenan kayu yang cukup besar dengan posisi wajah yang menghadap ke arahnya. Kemudian meraih sebilah pisau daging yang sudah tajam terasah, diangkatnya tinggi-tinggi pisau itu.
“Awas nak, jangan sampai berceceran. Sayang kalau terbuang.”
“Iya pak.” Sahut si pemuda dengan seringai polos di wajahnya, yang entah bagaimana tampak mengerikan di sinari lampu redup bohlam berwarna kuning yang menggantung dengan malasnya di atas dapur si tukang jagal itu. Dengan satu kali ayunan di tetakkannya pisau daging itu di ubun-ubun kepala si gadis malang, kemudian dengan jari-jari pada kedua tangannya pemuda itu mengoyak tengkorak kepalanya hingga terbelah. Dengan satu tangan diraupnya sebongkah otak yang masih berdetak dari dalam tempurung kepala Jill. Diangkatnya gumpalan otak itu tinggi-tinggi seolah memamerkan pada ayahnya, “Pak… masih hangat pak.”
“Bagus nak, ayo dihabiskan. Biar kamu tambah pinter.” Sahut Pak Fahri menyemangati anaknya.
Pak Fahri berjalan ke arah rak hendak mengambil bumbu dan alat masak lain, dipungutnya boneka Telletubies yang tadi dijatuhkan Hamzah ketika menangkap kepala Jill. Ia letakkan boneka tersebut di meja, namun wajahnya jadi terkejut melihat sesuatu di layar pada perut boneka itu yang dapat diselipkan sesuatu.
“Loh nak...ini kok bisa disini sih?” tanyanya pada Hamzah seraya mengeluarkan SIM yang terselip di perut Telletubies yang berlayar itu.
Hamzah yang tengah menyendok otak Jill seperti makan puding itu menengok sejenak,”Ooohh...itu punya om yang Hamzah tusbol itu”
“Iya tau...yang bapak tanya, kok bisa benda ini ada di sini? Bapak kan udah larang keras untuk mengambil barang punya orang lain, itu dosa, tau?” pria itu terlihat agak marah pada anaknya dan memukulkan boneka itu ke kepala Hamzah.
“Soalnya Pak....soalnya....” jawab Hamzah dengan gayanya yang lugu, “om itu kan gendut, imut, mirip boneka Hamzah....jadi...jadi....Hamzah kasiin ke dia, jadi boneka Hamzah punya nama sekarang...Hamzah bisa baca loh Pak, nih liat!” pemuda kelainan mental itu meraih SIM yang dipegang ayahnya, “Farrr....hat....aaa...basss! bener kan Pak? Jadi boneka ini Hamzah kasih nama Farhat”
“Iya...iya...Hamzah pinter, tapi tetap ngambil barang orang lain itu gak boleh, ngerti?” tegas Pak Fahri yang dibalas anaknya dengan anggukan, “Bapak ambil ya kartu ini, ntar malem mau dibakar sama barang-barang di tas gede di warung depan, kamu ambil apa lagi nggak?”
“Nggak Pak, Hamzah cuma ambil kartu itu aja, gak ambil apa-apa lagi,sumpah!”
“Ya udah kamu terusin aja makannya dulu, abis itu bantu bapak beres-beres yah!” kata Pak Fahri seraya mengambil sebuah sendok dan beberapa bumbu masak, “eh iya...hati-hati nyendoknya, matanya jangan sampe rusak nak, besok mau bapak pake buat bikin sop mata kesukaan kamu”
“Yee....asyyiikk...hore...Bapak mau bikin sop mata, kayanya bakal enak Pak, soalnya ini matanya bagus, warna ijo, Hamzah baru pernah liat yang kaya gini!” kata pemuda itu kegirangan sambil menatap mata Jill yang memandang kosong.
***
Hampir seminggu sejak kedatangan Jill ke warung bakso pak Fahri, dan hampir seminggu pula warung baksonya dijejali oleh pelanggan baik tetap maupun barunya pak Fahri. Pelanggan yang datang lebih ramai bila dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
“Baksonya tambah enak aja pak Fahri, resep baru ya?” celetuk seorang bapak pekerja kantoran yang merupakan pelanggan tetap yang tengah sibuk menikmati satu porsi bakso yang terhidang di hadapannya.
“Biasa aja kok Pak, masih resep warisan, dagingnya aja yang lagi bagus.”
“Pake daging apa emang pak? Sapi impor ya?” timpal rekan kerja si bapak yang duduk di sebelahnya.
“Yah, gitulah Pak.” Jawab pak Fahri yang disertai beberapa gelak tawa dari pelanggan-pelanggan yang ikut sibuk menikmati hidangan masing-masing.
Tak berapa lama kemudian Luthfi datang dengan membawa seorang gadis. Usianya masih belia dan bila dilihat dari pakaian yang dikenakan oleh gadis ini sepertinya dia baru datang dari kampung. Kaos ketat murahan di balut dengan jaket jeans lusuh sebagai atasannya dan celana jeans ketat model legging yang terlihat agak kotor sebagai bawahannya.
“Pak Fahri. Bapak masih butuh karyawan gak? Saya liat setelah si Nanik keluar berapa bulan lalu kan belum ada yang kerja lagi.” tanya Luthfi sambil melirik meja kerja pak Fahri mencari makanan yang sekiranya dapat di comoti.
“Nah, yang kamu bawa ini siapa Fi? Saudaramu?”si gadis yang tahu tengah dibicarakan diam saja malu-malu dan kalau pak Fahri tak salah lihat, wajahnya seperti mau menangis. Buru-buru di tutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang kotor.
“Bukan pak, ini cewek saya temuin lagi tidur di terminal bis waktu saya lagi markir. Dia dateng dari kampung, saya takut dia dikerjain sama anak-anak terminal. Makanya saya bawa dia kemari.” Jelas Luthfi yang terlihat agak sedikit kecewa karena tak ditemukannya makanan siap comot di meja pak Fahri.
“Memangnya nama kamu siapa?” tanya pak Fahri ramah sambil mempersilahkan gadis kampung itu duduk. Gadis itu masih belum buka suara karena masih menahan tangisnya. Pak Fahri menyuruh Hamzah untuk menyuguhinya segelas air putih, gadis itu malu-malu menerima gelas yang disodorkan pemuda itu dan meminumnya.
“Eh iya, Fi...mau kerupuk kulit gak? Ini baru aja digoreng dan dikemas pagi tadi...ambilin di dapur nak!” pintanya pada Hamzah.
Sebentar saja Hamzah kembali dengan membawa beberapa kantong kerupuk kulit yang sudah dikemas dalam plastik kecil.
“Masih garing terus kulitnya yang spesial kali ini, lembut tapi kriuk gitu, dicoba deh!” Pak Fahri menyodorkan sebungkus pada si preman tukang parkir itu.
“Wah makasih nih, jadi ngerepotin? Dicoba dulu yah” ia menyobek kemasannya, mengambil sepotong kerupuk kulit itu dan kriuk....ia mengangguk-angguk merasakan kerupuk kulit yang gurih itu, “wahhh....top ini Pak, kulit sapi muda ya? Atau sapi impor? Nanti malem buat temen makan nasi goreng wuihh...pas banget tuh!”
Pak Fahri tersenyum puas melihat krupuk kulit buatannya itu memuaskan selera yang memakannya, ia memberikan lima bungkus untuk Luthfi lalu pamit dengan hati gembira karena mendapat makanan gratis lagi.
“Nah...udah tenang sekarang?” Pak Fahri kembali pada gadis kampung yang sudah mulai reda tangisnya itu, ia mulai mengangkat wajahnya yang menunduk, “kita kenalan aja dulu, nama bapak Fahri, nah itu putra bapak, namanya Hamzah, kalau adik namanya siapa?” tanyanya dengan ramah.
“Nama saya Lastri pak, saya baru datang pertama kali ke sini. Kampung saya di Cilacap, saya dijanjiin mau dikasih kerjaan jadi pembantu rumah tangga.” Gadis kampung itu menyeka air matanya sebelum meneruskan ceritanya. “Tapi semalam bisnya telat, jadi begitu saya sampai disini. Lowongan pekerjaannya udah diisi sama orang lain.”
“Nah, terus nak Lastri kenapa sedih? Gak tau jalan pulang?” tanya Pak Fahri yang melihat peluang di depan matanya.
“Bukan pak, saya gak punya ongkos pulang ke kampung.”
“Lantas kenapa kamu gak telepon aja keluarga kamu di kampung minta dijemput?”
“Keluarga saya gak ijinin saya kerja di luar kota. Jadi saya kabur dari rumah pak.” Terang Lastri sambil tangisnya meledak lagi tampak sekali menyesali keputusan buruk yang telah diambilnya. Sedangkan senyum pak Fahri semakin merekah lebar mendengar semua penuturan gadis kampung yang polos itu.
Diperhatikannya tubuh Lastri yang berkulit putih bersih khas kembang desa. Dengan buah dada yang jelas mencetak di kaos ketatnya, pak Fahri tak perlu menebak-nebak lagi berapa ukurannya.
"Hmm... begini saja nak Lastri. kalo kamu mau, kamu boleh bekerja disini selama beberapa hari. Yahh... anggap saja gajinya buat kamu tabung untuk ongkos pulang kembali ke kampung. Kalo kamu betah dan mau terus bekerja disini, saya pun gak bakal melarang. Saya cuma niat membantu kamu saja." usul pak Fahri dengan raut wajah yang meyakinkan.
"Bener pak? bapak ijinin saya bekerja disini?"
"Iya, kamu boleh tinggal disini. saya ada kamar kosong di atas."
"Terima kasih ya pak, saya betul-betul gak akan mengecewakan bapak." kata Lastri buru-buru sambil meraih tangan pak Fahri dan menciumnya. Air mata Lastri yang tadinya sudah kering pun kembali keluar karena tersentuh akan kebaikan hati pak Fahri.
"Sudah... sudah, kamu pasti lapar. Sebentar lagi sudah waktunya tutup, saya buatin kamu bakmie buat ganjal perut sebelum kita makan malam." usul pak Fahri, dan Lastri pun bukannya tak mau, karena memang sejak semalam perutnya belum diisi dengan makanan. dia mengambil tempat duduk yang kosong dan menerima makanan yang disuguhkan pak Fahri dengan berkali-kali ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya.
Sementara Lastri menyantap bakmie buatan pak Fahri. Pelanggan yang memang sudah tahu jam buka dan tutupnya warung bakso pak Fahri, satu persatu meninggalkan tempat itu sehabis mengisi perut mereka. Pak Fahri pun dengan santai menutup warungnya, ia menarik pintu lipat dari papan kayu itu lalu mencantelkan gembok tanpa menguncinya. Kemudian ia masuk ke dapur, mengambil sebuah gelas dan membuat bandrek hangat untuk diberikan kepada si gadis kampung, dan tentu saja tak lupa ia memasukkan obat perangsang dosis tinggi seperti yang diberikan pada Jill hampir sepekan yang lalu.
"Kebetulan nih, stok daging udah mau habis." gumam pak Fahri dengan seringai jahat di wajahnya.
Pak Fahri terpana menyaksikan Jill dengan gerakan erotis melepas celananya sendiri. Gadis itu lalu menaikkan pinggulnya ke tepi meja tepat di hadapannya. Yang paling menarik perhatiannya tentu daerah segitiganya, begitu bersih, tanpa bulu yang menutupinya, dan kelihatan sangat menggiurkan. Sungguh kewanitaan yang begitu indah, bibir vaginanya berwarna seperti kulit di sekitarnya dan masih rapat walaupun sudah bukan perawan.
“Bapak suka?” tanya Jill sambil mengangkangkan kaki lebih lebar lagi, memamerkan belahan vaginanya yang sudah merekah indah kepada pria itu.
“Ehehehe....iyahh “ gumam Pak Fahri mengagguk-angguk
“Nikmati Pak...bikin saya puas!” sahut gadis bule itu lirih, matanya sayu dan wajahnya bersemu kemerahan akibat birahi yang makin tak terkendali.
Tak perlu menunggu lama lagi, Pak Fahri sudah membenamkan wajahnya di selangkangan Jill, dihirupnya dalam-dalam kewanitaan itu.
“hmmhh…”, desah Jill merasakan hangat dan basah mengenai vaginanya.
Jelas itu lidah Pak Fahri, belaian-belaian nakalnya di daerah pribadinya sungguh menghanyutkan Jill dalam arus kenikmatan. Tanpa sadar, kaki kanan Jill disampirkan ke atas bahu kiri pria itu. Tanpa mampir ke otaknya, tubuh gadis itu merespon kenikmatan yang sedang ia rasakan secara alamiah. Dengan meletakkan satu kaki di bahu si tukang bakso, tentu selangkangannya akan semakin terbuka dan ia akan semakin leluasa dan semakin banyak memberikan kenikmatan. Benar saja, pintu surga dunianya semakin terbuka, Pak Fahri pun semakin gencar menyerbu wilayah terlarang itu. Dengan rakusnya, ia melahap vagina Jill habis-habisan. Tak henti-hentinya, lidah pria itu menyapu setiap jengkal dari daerah segitiga yang mulus tak berbulu itu, lidahnya terus menggali, menggali, dan menggali lebih dalam lagi ‘tambang’ yang ada di hadapannya sehingga Jill pun menggeleng-gelengkan kepala, menggeliat-geliat, kedua pahanya semakin menjepit kepala pria itu.
“aaaahhh ooouuhhh yesss...more...”
Jill pun menekan dan menahan kepala Pak Fahri di selangkangannya. Vaginanya menjadi bulan-bulanan si tukang bakso yang kegirangan mendapat rejeki nomplok seperti itu. Terkurung di antara paha mulus itu tentu membuat Pak Fahri bersemangat. Pandangannya tertutup vagina gadis itu dan hidungnya hanya mencium aroma khas liang sorgawi, sungguh keadaan ‘terjepit’ yang paling menyenangkan bagi pria itu. Jill benar-benar terhanyut, meresapi kenikmatan luar biasa yang dirasakannya pada bagian bawah tubuhnya.
“AAAKKKHHHH !!”, Jill mengerang panjang, kedua pahanya menjepit kepala Pak Fahri dengan sangat kencang, perutnya agak ke atas
Kucuran cairan yang berasal dari kewanitaan gadis Australia itu tak ubahnya bagai air mata yang menyegarkan dahaga Pak Fahri. Pria itu menyeruput habis habis dalam hitungan detik saja, lidahnya pun mengorek-ngorek sisa cairan yang tertinggal di dalam rongga vagina gadis itu. Pria ini ternyata cukup mengetahui bagaimana cara memberi kenikmatan sensual pada wanita.
“Non Jill…”, ujar Pak Fahri mengelus-elus paha gadis bule itu.
Jill tersenyum puas dan merundukkan tubuhnya, Pak Fahri pun langsung berdiri memeluk tubuhnya. Keduanya berpelukan begitu erat menciptakan pemandangan yang sensual dan erotis. Kekontrasan di antara dua insan manusia itu justru menambah aura erotis dan sensual yang ada. Jill, si gadis bule yang begitu cantik dan putih mulus sudah telanjang bulat sepenuhnya, memeluk Pak Fahri, pria gempal setengah baya dan berkulit gelap dan masih berpakaian lengkap.
“mmm…ccpphhh..mmm…”. Ciuman yang terjadi begitu mesra dan kompak. Keduanya bergantian saling lumat dan pagut. Bibir Jill yang lembut membuat pak Fahri benar-benar gemas. Dilumat, dihisap, dikenyot, dikulum, bibir Jill habis-habisan diserbu Pak Fahri. Lidah keduanya pun tak jarang saling belit, saling kait, dan saling silang.
“hmmm…mmm…”. Terlihat jelas sekali kalau tak hanya Pak Fahri yang menikmati percumbuan ini, tapi Jill juga sangat, sangat menikmatinya. Rambut Jill pun menutupi sisi kiri dan kanan seperti tirai/hordeng yang menutupi bibir mereka berdua yang menyatu seakan tak ingin ada seorang pun yang melihat percumbuan mereka.
“Uuah..”, Jill mengatur nafasnya setelah melepaskan bibirnya dari bibir Pak Fahri dan menegakkan tubuhnya.
Kini ia ingin sekali melihat kejantanan Pak Fahri. Tubuh pria ini nampak bugar dan kekar, pastilah senjata di balik celananya itu perkasa, sebuah batang yang hitam, besar, dan berurat terbayang di pikiran Jill. Semakin ‘gatal’ rasanya sehingga tangannya pun semakin aktif, setelah membuka pakaian atas Pak Fahri, tangannya merayap ke bawah meremas selangkangan pria itu yang telah menggelembung, ia menggenggam sesuatu yang keras.
“Sebentar yah Non!” kata Pak Fahri lalu dengan sangat tergesa-gesa, ia membuka celana dan celana dalamnya sendiri. Kedua mata Jill langsung tertuju ke benda yang menggantung di tengah-tengah selangkangan pria itu, benda itu begitu kokoh, panjang, dengan ujung bersunat, gadis itu menelan ludah membayangkan batang perkasa itu mengaduk-aduk vaginanya.
“masukkin Pak…”, Jill yang birahinya sudah meledak-ledak meminta pria itu untuk menjejali vaginanya dengan benda itu.
Kedua kaki gadis bule itu terbuka dengan sangat lebar, Jill juga menyibakkan bibir vaginanya sendiri seolah mengundang penis Pak Fahri agar segera masuk ke dalam. Tanpa buang waktu lagi, kepala penis pria itu pun sudah menempel di bibir vagina Jill.
“Oh yesss....eeemmm”, desah Jill ketika pria itu memajukan pinggulnya perlahan, kepala penisnya mulai mendobrak masuk ke dalam liang kewanitaannya.
Jill merasa bagian bawah tubuhnya benar-benar penuh sesak dengan batang besar milik Pak Fahri yang semakin melesak masuk. Sensasi yang luar biasa pun dirasakan Pak Fahri, penisnya terasa begitu terjepit dan terasa seperti diurut-urut. Setelah beberapa kali tarik-dorong, akhirnya seluruh batang penisnya berhasil menancap di dalam liang vagina gadis bule itu dengan sangat kokoh. Ia diam sejenak untuk menikmati liang vagina Jill yang begitu hangat dan peret, penisnya seperti dicengkram dengan sangat kuat oleh dinding vagina gadis itu. Belum lagi rasa hangat yang menyelimuti batangnya. Desahan-desahan pelan mulai mengalun dari mulut Jill saat tukang bakso itu mulai menggerakkan pinggulnya. Dengan lembut, pria itu terus berusaha memompa penisnya dengan perlahan.
“sshh ooouuhh uummhh..yeaaah!!!”, racau Jill merasakan sensasi nikmat dari vaginanya yang dirojok-rojok.
Sementara Pak Fahri terus menggasak liang vagina Jill. Ia menyodoknya dengan penuh perasaan namun cukup kuat untuk membuat gadis bule itu tersentak-sentak.
“ookkhh…aahhh....God i like it!!”, Jill mengerang lebih nyaring saat Pak Fahri menyodok vaginanya sampai mentok.
Tukang bakso itu terus menggenjot dengan ritme sedang agar Jill yang sedang digenjotnya juga menikmatinya. Gadis itu meletakkan kedua telapak tangannya pada meja sehingga buah dadanya nampak membusung menantang. Pak Fahri pun menangkupkan kedua tangannya dan menggenggam kedua gunung kembar itu. Ia remasi payudara Jill yang terasa sangat empuk dan kenyal itu. Kedua kaki indah Jill melingkar erat di pinggang Pak Fahri. Merasa gadis itu semakin terhanyut dalam kenikmatan, Pak Fahri mulai mempercepat genjotannya.
“I’m coming....yyaahhh...sshhh...aaahh...aahhhh!!!”, Jill mengerang panjang saat gelombang orgasme melanda tubuhnya, pria itu terus menyodok-nyodokkan penisnya berusaha menyusulnya ke puncak.
Hujan masih deras di luar sana mengaburkan bunyi pergulatan seks di kedai tersebut, nafas keduanya menderu-deru, bulir-bulir keringat keduanya telah membasahi tubuh masing-masing. Kedua insan beda ras beda negara itu bercinta dengan sangat bergairah, begitu menggelora. Desahan-desahan penuh kenikmatan keluar dari mulut keduanya. Keduanya saling berpelukan dengan erat sementara alat kelamin mereka terus bergesekkan semakin cepat dan tanpa henti sampai lima menitan kemudian...
“OOKKHH...Non Jill...enakkkhhh !!!!”, erang Pak Fahri melepas orgasmenya, ia akhirnya berhasil menyusul gadis itu ke puncak kenikmatan.
Jill akhirnya bisa bernafas lega setelah pria itu menghentikan sodokannya. Keduanya sama-sama meraih puncak kenikmatan yang mereka bangun bersama. Rasa hangat dan becek terasa oleh di liang kewanitaannya. Tubuh Jill terkulai lemas di meja sehabis mendapatkan orgasme tadi. Wajah cantiknya nan sendu itu menatap Pak Fahri dengan senyuman puas. Pak Fahri membaringkan tubuhnya disamping gadis bule itu dan dia mengusap-usap buah dadanya lembut. Jill memainkan jari-jarinya di penis pak Fahri yang sudah lemas kembali, tapi si penis belum juga mau bangkit kembali.
Setelah beristirahat beberapa saat, Jill menggeser tubuhnya turun dari meja dan bersimpuh di antara kedua paha Pak Fahri. Ditatapnya sejenak penis yang setengah bangun itu, lalu dikocoknya perlahan benda itu dan dimasukkannya ke dalam mulutnya.
“Uugghh…” lenguh Pak Fahri merasakana sensasi geli setiap kali gadis itu menghisap penisnya.
Ketika penisnya mengeras lagi, dikeluarkannya benda itu dari mulutnya dan disapukannya lidahnya dari pangkal hingga ke ujungnya. Dikenyot-kenyotnya buah zakarnya dan disapukannya lidahnya lagi ke batangnya yang berurat. Pak Fahri menikmati permainan mulut dan lidahnya dengan mengelusi rambut gadis itu, ia melihat bagaimana gadis bule itu menservis senjatanya.
“Non, udah dulu, nanti keburu keluar, sekarang Non nungging aja!” kata Pak Fahri beberapa menit kemudian karena tidak ingin buru-buru ejakulasi
“Oke...I see, saya siap mulai lagi!” sambil tersenyum Jill melakukan perintah pria itu.
Ia membungkukkan badan dengan kedua tangan berpegangan di pinggir meja. Menganggap gadis itu sudah siap,Pak Fahri segera memasukkan penisnya ke lubang vaginanya dari arah belakang, vagina yang sudah becek itu menelan penis itu dengan mudah. Dengan berpegangan pada pinggang Jill yang ramping, ia pun mulai menggerakkan badannya maju mundur. Batang penisnya kembali menghentak-hentak keluar-masuk di lorong vaginanya, mula-mula dengan perlahan-lahan, namun makin lama semakin bertambah temponya. Sesungguhnya Jill belum benar-benar lepas dari buaian orgasmenya. Vaginanya masih terasa gatal dan setiap gerakan, betapa pun kecilnya, menyebabkan kegelian itu menjalar ke mana-mana di tubuhnya. Dengan cepat ia merasa birahinya sudah bangkit kembali, dan tanpa sadar ia mulai menggoyang-memutar pinggulnya, membuat penis Pak Fahri yang serasa diaduk-aduk di liang kewanitaannya. Tubuh Jill mulai terguncang-guncang dan dari mulutnya kembali terdengar desahan sensual
”Ough... aahhh, more Pak...aaawww” jeritnya kecil ketika tangan pria itu menampar bongkahan pantatnya yang menggemaskan, “Bapak nakal...aahh...” ia menengok ke belakang.
“Ehehehe...abis gak tahan Non, montok banget..ssshhh...sshh!!” kata pria itu sambil terus menggenjot dan plak...sekali lagi ia menampar pantat Jill yang sebelah seperti penunggang kuda memecut tunggangannya.
Selama beberapa saat Pak Fahri menyetubuhi Jill dengan cepat dan bertenaga, hingga akhirnya ia pelankan helaannya dan meraih payudara gadis itu untuk diremas-remas. Sesudah itu ia naikkan lagi tempo genjotannya. Akibatnya Jill pun mulai ribut lagi
”Uughh... ughh... oughh...”
Jeritan gadis itu semakin membangkitkan nafsunya, sehingga ia menggoyang tubuhnya semakin cepat dan makin bertenaga. Tak lama kemudian, akhirnya gelombang orgasme menerpa bak tsunami meluluh-lantakan segalanya. Pak Fahri menggeram-mengerang keras, menghujam cepat dan pendek berkali-kali.
“Uuuhhh...keluar enakkkhh!!” ia mengerang-menggeram, menegakkan tubuhnya sambil menghujamkan penisnya dalam-dalam, menumpahkan cairan kental panas ke vagina Jill yang telah berdenyat-denyut.
Sementara Jill membelalakkan mata dengan pandangan kosong merasakan sebuah kenikmatan luar biasa menyergap tubuhnya. Lalu pandangannya mengabur dan merasakan tubuhnya seperti melayang-layang..Kenikmatan yang bertubi-tubi menghempas tubuhnya sedemikian rupa sehingga ia tidak lagi bisa merasakan ketika penis pria itu memuncratkan cairan kental panas mengisi seluruh bagian dalam kewanitaannya, membuat liang sorgawi itu penuh. Saat penis pria itu tercabut dari liang kewanitaannya, cairan cinta berleleran di sela-sela paha gadis itu. Jill hanya bisa terpejam dan mengerang pelan, nyaris tak terdengar. Ia menjatuhkan tubuh ke kursi terdekat dan bersandar dengan nafas naik-turun. Cairan putih kental nampak meleleh dari vaginanya yang mekangkang membasahi kursi di bawahnya
“Owh...how wonderful!” gumam gadis itu dalam hati
Dipandangnya Pak Fahri yang juga terduduk lemas di kursi seberangnya, penis pria itu nampak menyusut setelah orgasme dahsyat tadi. Lama juga keduanya terduduk lemas dengan tubuh berkeringat di kursi. Pak Fahri yang bangkit duluan menawarkan minuman pada gadis itu.
"Mau minum apa Non? Bapak ambilin!" tawarnya
"Oh,...saya rasa saya perlu yang menyegarkan!” jawab Jill tersenyum lemah
Pak Fahri berjalan menuju lemari penyimpanan minuman di sudut warung, dua botol teh botol Sosro dingin segera diraihnya. Setelah membuka tutupnya dan memasukkan sedotan, ia menghampiri Jill dan menyodorkan botol tersebut. Dengan lahap gadis Australia itu meneguk minuman yang menyegarkan itu. Sekejap kemudian botol sudah kosong.
“Hujannya sudah kecil” kata Jill mendengar suara hujan di luar mulai mereda, sudah tidak ada lagi suara guntur, namun masih turun rintik-rintik, “saya rasa saya sudah bisa berangkat”
“Masih belum bener-bener berenti Non” kata tukang bakso itu, “sambil nunggu Non mau lihat-lihat ke belakang? Tempat saya bikin bakso?” tanyanya.
“Ah tentu saja, saya senang sekali mempelajarinya!” sahut Jill antusias, ia bangkit dari kursi dan meraih celananya.
“Ehh...ga usah Non, ga usah dipake dulul, takutnya di dalam kotor” Pak Fahri mencegah gadis itu yang hendak memakai kembali pakaiannya, “lagian Non lebih cantik kalau gak pakai apa-apa kok”
“Hahaha...” Jill tertawa lepas, “Bapak ini pintar merayu ya....baiklah kalau begitu saya tidak akan pakai dulu bajunya”
Akhirnya gadis itu mengikuti pria itu ke belakang hanya dengan memakai sepatu dan kaos kakinya yang sedari tadi belum dilepas. Inilah rupanya tempat pria ini mengolah makanan yang menjadi dagangannya itu. Ruangan yang berukuran sedang itu tertata bersih dan rapi. Di sana terdapat sebuah alat penggiling daging, sebuah rak yang di dalamnya berisi toples-toples kecil bumbu masakan, sebuah lemari pendingin berukuran sedang untuk menyimpan persediaan daging, tungku memasak, serta peralatan masak yang menggantung dan tergeletak di meja. Pak Fahri menjelaskan sepintas alat-alat yang ada di sana dan cara-cara mengolah bakso supaya menjadi enak. Jill berjalan ke sebuah jendela di belakang, ia menggeser tirainya sedikit sehingga ia dapat melihat keluar, ke arah sebuah kebun kecil di belakang sana. Pak Fahri berdiri di belakangnya, menjelaskan bahwa di sana ia menanam beberapa jenis tanaman yang dibutuhkan untuk bumbu seperti cabe, bawang, daun seledri, dll. Dengan menanam secara mandiri harga pun dapat ditekan sehingga lebih ringan di tangan pembeli. Jill berdecak-decak kagum mendengar penjelasan pria itu, ia memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai hal-hal baru.
Sambil membicarakan tanaman, Jill merasakan tubuh pria itu dekat sekali di belakangnya, sangat dekat bahkan. Sebuah aliran birahi samar-samar kembali menjalari tubuh gadis itu. Ia menengok ke sebelah mendapati sebuah meja panjang dengan marmer hitam panjang di atasnya, tingginya sepinggang orang dewasa lebih sedikit. Lantai di bawahnya berlapis tegel kuning dengan kisi-kisi pembuangan air di sudutnya.
“Ini tempat nyembelih Non” kata pria itu menerangkan.
“Nyembelih?” tanya Jill
“Eeemmm...motong maksudnya...” pria itu memperagakan gerakan memotong daging, “daging besar dipotong di sini jadi kecil-kecil, hehe gitu maksudnya!”
Jill mengangguk-angguk.
“Oh iya, Non Jill mau saya bersihin gak sebelum pergi? Biar segar badannya” kata pria itu seraya mengambil selang berwarna hijau yang terhubung pada kran ledeng dekat situ, “ini biasa buat bersihin daging, tapi airnya bersih kok”
Gadis itu tersenyum, “Bapak mau bersihin saya atau mau pegang-pegang badan saya lagi?” godanya.
“Hahaha...mungkin dua-duanya Non, ya kan kalau bersihin ya harus pegang-pegang dong supaya lebih bersih. Gimana Non? Kalau Non gak keberatan, berbaring aja di sini, biar Bapak bersihin” katanya sambil menepuk-nepuk meja marmer itu.
Jill terdiam sejenak, aneh juga harus melakukannya di meja jagal. Namun ia kemudian tersenyum.
“Haha...saya jadi merasa seperti hewan mau dipotong, selera anda memang funny Pak!” katanya sambil melepaskan sepatu dan kaos kakinya dan naik ke meja tersebut, “oke...Pak silakan bersihkan badan saya!” ia terbaring telentang pasrah tanpa sehelai benangpun.
Pak Fahri mulai menyiramkan air ke tubuhnya, menggosokinya dengan lembut membuat gadis itu merasa nyaman. Siraman air dingin dari selang itu memberinya kesegaran dan sentuhan-sentuhan erotis pria itu membuatnya terbuai, ia merasakan aliran sensual merayapi tubuhnya, apakah ronde berikutnya akan dimulai? Ia belum tahu pasti. Matanya terpejam menghayati tangan pria itu membersihkan tubuhnya. Siraman air tidak terasa lagi, sebagai gantinya tiba-tiba ia merasakan bibir pria itu menempel di bibirnya. Serta merta ia pun menyambutnya dengan hangat, lidah mereka saling belit selama beberapa saat hingga pria itu menarik lidahnya, sepertinya hendak mengakhiri percumbuan. Tiba-tiba jret....takk....!!! terdengar suara daging terpotong dan disusul bunyi logam beradu dengan meja marmer di bawahnya. Mata Jill yang terpejam langsung membelakak, ia tidak sempat menyadari apa yang terjadi karena kepalanya telah terpisah dari tubuhnya. Pak Fahri menjenggut rambut panjang gadis itu dan mengangkat kepalanya yang terpotong sambil terus mencium bibirnya selama beberapa detik.
“Mmmhhh...” ia melepas ciumannya dan menatap potongan kepala gadis itu yang masih membelakakkan matanya, “maaf yah Non, Bapak lagi butuh daging gadis muda yang rasanya enak itu, Non datang di saat yang tepat membawa daging impor lagi hehehehe...”
Ia lalu meletakkan kepala itu di atas meja di sebelahnya dan mulai beralih ke arah tubuhnya yang masih mengucurkan darah dengan deras pada potongan lehernya. Lelehan darah membasahi lantai di bawahnya mengalir bersama sisa air ke saluran pembuangan air. Tanpa membersihkan cipratan darah pada wajah dan tubuhnya lebih dulu, Pak Fahri mulai memposisikan ujung golok dagingnya pada ulu hati tubuh tak berkepala itu lalu ia tekan dan tarik hingga membelah perut yang mulus dan rata itu. Kembali darah tercurah membasahi meja. Hati, jantung, usus, semuanya jelas terpampang dihadapannya. Dengan tenang seperti melakukan pekerjaan biasa, ia mengeluarkan isi perut Jill dan menampungnya pada sebuah baskom besar. Kemudian, bagaikan seorang tukang daging di pasar, pria itu dengan santai memotong buah dada Jill dan memotong daging dari bagian tubuh lainnya yang telah ia pilah-pilah lalu ditampung di sebuah baskom lainnya. Daging-daging terpilih itu ia cuci hingga bersih dari darah lalu dibawanya ke arah mesin penggiling. Mesin dinyalakan, satu-persatu potongan daging manusia itu ia masukkan ke lubang di atas mesin yang lalu secara otomatis mengelurkan hasil gilingannya ke baskom lainnya. Total didapat dua baskom ukuran sedang dari daging yang masih ‘segar’ tersebut.
Kembali ke meja penjagalan di mana tubuh Jill sudah tidak berbentuk lagi. Tubuh gadis malang itu kini hanya berupa bagian-bagian yang terpisah-pisah. Kaki, tangan, serta tubuh telah terpotong-potong menjadi beberapa bagian, beberapa di antaranya sudah tinggal berupa tulang yang masih bermandikan darah, sementara kepala gadis itu tergeletak di meja lain, matanya yang membelakak menatap ke arah tubuhnya yang sudah tidak utuh lagi. Pemandangan menjijikkan itu nampaknya bagi Pak Fahri merupakan hal yang biasa saja, tanpa tergesa-gesa ia membereskan sisa pekerjaannya. Daging yang tersisa ia sayat hingga habis dan ia letakkan di wadah lain. Kurang lebih setengah jam kemudian yang tersisa tinggal tulang-belulang merah darah. Pria itu mengambil sebuah plastik hitam besar yang biasa dipakai untuk membuang sampah lalu memasukkan tulang-tulang itu ke dalamnya. Terdengar suara langkah menuruni tangga dari ruangan sebelah.
“Pak...Bapak!!” terdengar suara Hamzah memanggil ayahnya.
“Sini Nak! Bapak lagi sibuk! Tolong bantuin Bapak dong!” sahut Pak Fahri menanggapi panggilan anaknya itu.
Hamzah menemui ayahnya yang masih telanjang dengan tubuh berlumuran darah itu di dapur belakang, namun tampaknya pemuda keterbelakangan mental itu tidak merasa ngeri ataupun kaget.
“Bapak lagi potong daging? Ehehehe!” ia tertawa polos sambil memeluk boneka Telletubies merah kesayangannya.
“Iya, kamu datang tepat waktu nak.” pak Fahri berkata sambil merenggut rambut kepala Jill yang bertengger di atas meja di sampingnya, masih dengan mimik wajahnya yang terkejut dengan mata membelalak lebar. “Cepat, yang ini masih segar.” Katanya sebelum melempar kepala itu ke arah Hamzah yang buru-buru melepas bonekanya dan menangkap kepala gadis malang itu.
“Hehehe, yang ini cantik pak. Kok rasanya sayang kalo di…”
“Halaaah, sudah gak usah banyak omong. Nanti keburu telat, ini semua buat kebaikan kamu juga nak. Ayo, kamu udah tau caranya khan?”
“Iya pak, Hamzah ngerti.” Dengan santainya pemuda itu meletakkan kepala Jill di atas sebuah talenan kayu yang cukup besar dengan posisi wajah yang menghadap ke arahnya. Kemudian meraih sebilah pisau daging yang sudah tajam terasah, diangkatnya tinggi-tinggi pisau itu.
“Awas nak, jangan sampai berceceran. Sayang kalau terbuang.”
“Iya pak.” Sahut si pemuda dengan seringai polos di wajahnya, yang entah bagaimana tampak mengerikan di sinari lampu redup bohlam berwarna kuning yang menggantung dengan malasnya di atas dapur si tukang jagal itu. Dengan satu kali ayunan di tetakkannya pisau daging itu di ubun-ubun kepala si gadis malang, kemudian dengan jari-jari pada kedua tangannya pemuda itu mengoyak tengkorak kepalanya hingga terbelah. Dengan satu tangan diraupnya sebongkah otak yang masih berdetak dari dalam tempurung kepala Jill. Diangkatnya gumpalan otak itu tinggi-tinggi seolah memamerkan pada ayahnya, “Pak… masih hangat pak.”
“Bagus nak, ayo dihabiskan. Biar kamu tambah pinter.” Sahut Pak Fahri menyemangati anaknya.
Pak Fahri berjalan ke arah rak hendak mengambil bumbu dan alat masak lain, dipungutnya boneka Telletubies yang tadi dijatuhkan Hamzah ketika menangkap kepala Jill. Ia letakkan boneka tersebut di meja, namun wajahnya jadi terkejut melihat sesuatu di layar pada perut boneka itu yang dapat diselipkan sesuatu.
“Loh nak...ini kok bisa disini sih?” tanyanya pada Hamzah seraya mengeluarkan SIM yang terselip di perut Telletubies yang berlayar itu.
Hamzah yang tengah menyendok otak Jill seperti makan puding itu menengok sejenak,”Ooohh...itu punya om yang Hamzah tusbol itu”
“Iya tau...yang bapak tanya, kok bisa benda ini ada di sini? Bapak kan udah larang keras untuk mengambil barang punya orang lain, itu dosa, tau?” pria itu terlihat agak marah pada anaknya dan memukulkan boneka itu ke kepala Hamzah.
“Soalnya Pak....soalnya....” jawab Hamzah dengan gayanya yang lugu, “om itu kan gendut, imut, mirip boneka Hamzah....jadi...jadi....Hamzah kasiin ke dia, jadi boneka Hamzah punya nama sekarang...Hamzah bisa baca loh Pak, nih liat!” pemuda kelainan mental itu meraih SIM yang dipegang ayahnya, “Farrr....hat....aaa...basss! bener kan Pak? Jadi boneka ini Hamzah kasih nama Farhat”
“Iya...iya...Hamzah pinter, tapi tetap ngambil barang orang lain itu gak boleh, ngerti?” tegas Pak Fahri yang dibalas anaknya dengan anggukan, “Bapak ambil ya kartu ini, ntar malem mau dibakar sama barang-barang di tas gede di warung depan, kamu ambil apa lagi nggak?”
“Nggak Pak, Hamzah cuma ambil kartu itu aja, gak ambil apa-apa lagi,sumpah!”
“Ya udah kamu terusin aja makannya dulu, abis itu bantu bapak beres-beres yah!” kata Pak Fahri seraya mengambil sebuah sendok dan beberapa bumbu masak, “eh iya...hati-hati nyendoknya, matanya jangan sampe rusak nak, besok mau bapak pake buat bikin sop mata kesukaan kamu”
“Yee....asyyiikk...hore...Bapak mau bikin sop mata, kayanya bakal enak Pak, soalnya ini matanya bagus, warna ijo, Hamzah baru pernah liat yang kaya gini!” kata pemuda itu kegirangan sambil menatap mata Jill yang memandang kosong.
***
Hampir seminggu sejak kedatangan Jill ke warung bakso pak Fahri, dan hampir seminggu pula warung baksonya dijejali oleh pelanggan baik tetap maupun barunya pak Fahri. Pelanggan yang datang lebih ramai bila dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.
“Baksonya tambah enak aja pak Fahri, resep baru ya?” celetuk seorang bapak pekerja kantoran yang merupakan pelanggan tetap yang tengah sibuk menikmati satu porsi bakso yang terhidang di hadapannya.
“Biasa aja kok Pak, masih resep warisan, dagingnya aja yang lagi bagus.”
“Pake daging apa emang pak? Sapi impor ya?” timpal rekan kerja si bapak yang duduk di sebelahnya.
“Yah, gitulah Pak.” Jawab pak Fahri yang disertai beberapa gelak tawa dari pelanggan-pelanggan yang ikut sibuk menikmati hidangan masing-masing.
Tak berapa lama kemudian Luthfi datang dengan membawa seorang gadis. Usianya masih belia dan bila dilihat dari pakaian yang dikenakan oleh gadis ini sepertinya dia baru datang dari kampung. Kaos ketat murahan di balut dengan jaket jeans lusuh sebagai atasannya dan celana jeans ketat model legging yang terlihat agak kotor sebagai bawahannya.
“Pak Fahri. Bapak masih butuh karyawan gak? Saya liat setelah si Nanik keluar berapa bulan lalu kan belum ada yang kerja lagi.” tanya Luthfi sambil melirik meja kerja pak Fahri mencari makanan yang sekiranya dapat di comoti.
“Nah, yang kamu bawa ini siapa Fi? Saudaramu?”si gadis yang tahu tengah dibicarakan diam saja malu-malu dan kalau pak Fahri tak salah lihat, wajahnya seperti mau menangis. Buru-buru di tutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang kotor.
“Bukan pak, ini cewek saya temuin lagi tidur di terminal bis waktu saya lagi markir. Dia dateng dari kampung, saya takut dia dikerjain sama anak-anak terminal. Makanya saya bawa dia kemari.” Jelas Luthfi yang terlihat agak sedikit kecewa karena tak ditemukannya makanan siap comot di meja pak Fahri.
“Memangnya nama kamu siapa?” tanya pak Fahri ramah sambil mempersilahkan gadis kampung itu duduk. Gadis itu masih belum buka suara karena masih menahan tangisnya. Pak Fahri menyuruh Hamzah untuk menyuguhinya segelas air putih, gadis itu malu-malu menerima gelas yang disodorkan pemuda itu dan meminumnya.
“Eh iya, Fi...mau kerupuk kulit gak? Ini baru aja digoreng dan dikemas pagi tadi...ambilin di dapur nak!” pintanya pada Hamzah.
Sebentar saja Hamzah kembali dengan membawa beberapa kantong kerupuk kulit yang sudah dikemas dalam plastik kecil.
“Masih garing terus kulitnya yang spesial kali ini, lembut tapi kriuk gitu, dicoba deh!” Pak Fahri menyodorkan sebungkus pada si preman tukang parkir itu.
“Wah makasih nih, jadi ngerepotin? Dicoba dulu yah” ia menyobek kemasannya, mengambil sepotong kerupuk kulit itu dan kriuk....ia mengangguk-angguk merasakan kerupuk kulit yang gurih itu, “wahhh....top ini Pak, kulit sapi muda ya? Atau sapi impor? Nanti malem buat temen makan nasi goreng wuihh...pas banget tuh!”
Pak Fahri tersenyum puas melihat krupuk kulit buatannya itu memuaskan selera yang memakannya, ia memberikan lima bungkus untuk Luthfi lalu pamit dengan hati gembira karena mendapat makanan gratis lagi.
“Nah...udah tenang sekarang?” Pak Fahri kembali pada gadis kampung yang sudah mulai reda tangisnya itu, ia mulai mengangkat wajahnya yang menunduk, “kita kenalan aja dulu, nama bapak Fahri, nah itu putra bapak, namanya Hamzah, kalau adik namanya siapa?” tanyanya dengan ramah.
“Nama saya Lastri pak, saya baru datang pertama kali ke sini. Kampung saya di Cilacap, saya dijanjiin mau dikasih kerjaan jadi pembantu rumah tangga.” Gadis kampung itu menyeka air matanya sebelum meneruskan ceritanya. “Tapi semalam bisnya telat, jadi begitu saya sampai disini. Lowongan pekerjaannya udah diisi sama orang lain.”
“Nah, terus nak Lastri kenapa sedih? Gak tau jalan pulang?” tanya Pak Fahri yang melihat peluang di depan matanya.
“Bukan pak, saya gak punya ongkos pulang ke kampung.”
“Lantas kenapa kamu gak telepon aja keluarga kamu di kampung minta dijemput?”
“Keluarga saya gak ijinin saya kerja di luar kota. Jadi saya kabur dari rumah pak.” Terang Lastri sambil tangisnya meledak lagi tampak sekali menyesali keputusan buruk yang telah diambilnya. Sedangkan senyum pak Fahri semakin merekah lebar mendengar semua penuturan gadis kampung yang polos itu.
Diperhatikannya tubuh Lastri yang berkulit putih bersih khas kembang desa. Dengan buah dada yang jelas mencetak di kaos ketatnya, pak Fahri tak perlu menebak-nebak lagi berapa ukurannya.
"Hmm... begini saja nak Lastri. kalo kamu mau, kamu boleh bekerja disini selama beberapa hari. Yahh... anggap saja gajinya buat kamu tabung untuk ongkos pulang kembali ke kampung. Kalo kamu betah dan mau terus bekerja disini, saya pun gak bakal melarang. Saya cuma niat membantu kamu saja." usul pak Fahri dengan raut wajah yang meyakinkan.
"Bener pak? bapak ijinin saya bekerja disini?"
"Iya, kamu boleh tinggal disini. saya ada kamar kosong di atas."
"Terima kasih ya pak, saya betul-betul gak akan mengecewakan bapak." kata Lastri buru-buru sambil meraih tangan pak Fahri dan menciumnya. Air mata Lastri yang tadinya sudah kering pun kembali keluar karena tersentuh akan kebaikan hati pak Fahri.
"Sudah... sudah, kamu pasti lapar. Sebentar lagi sudah waktunya tutup, saya buatin kamu bakmie buat ganjal perut sebelum kita makan malam." usul pak Fahri, dan Lastri pun bukannya tak mau, karena memang sejak semalam perutnya belum diisi dengan makanan. dia mengambil tempat duduk yang kosong dan menerima makanan yang disuguhkan pak Fahri dengan berkali-kali ucapan terima kasih terlontar dari mulutnya.
Sementara Lastri menyantap bakmie buatan pak Fahri. Pelanggan yang memang sudah tahu jam buka dan tutupnya warung bakso pak Fahri, satu persatu meninggalkan tempat itu sehabis mengisi perut mereka. Pak Fahri pun dengan santai menutup warungnya, ia menarik pintu lipat dari papan kayu itu lalu mencantelkan gembok tanpa menguncinya. Kemudian ia masuk ke dapur, mengambil sebuah gelas dan membuat bandrek hangat untuk diberikan kepada si gadis kampung, dan tentu saja tak lupa ia memasukkan obat perangsang dosis tinggi seperti yang diberikan pada Jill hampir sepekan yang lalu.
"Kebetulan nih, stok daging udah mau habis." gumam pak Fahri dengan seringai jahat di wajahnya.
Langganan:
Postingan (Atom)